Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/160

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Novel berlatar Minangkabau memiliki latar yang sangat realistis. Ikatannya terhadap hukum ruang dan waktu yang realistis sangat kuat, tetapi novel tersebut tetap tidak dapat pula melenyapkan subjektivitasnya. Novel tersebut juga memberikan makna subjektivitas atau fungsi tertentu pada latar yang digambarkannya. Sebagai contoh dalam Siti Nurbaya terlihat pemberian makna terhadap latar tersebut, seperti terlihat dalam kutipan berikut ini.

Tiada lamanya berlayar itu, luputlah daratan dari mata, hilang di balik ujung langit yang hampir tiada berwatas dengan lautan itu. Kemana mata memandang, tiada lain yang kelihatan lagi, melainkan semata-mata, disungkup oleh langit sedangkan kapal yang besar itu seolah-olah sebutir pasir di Padang Saharalah rupanya. Kebesaran dan kekuasaan Allah yang menjadikan alam ini makin bertambah-tambah nyata olehnya, dan kecutlah hatinya, bila mengingatkan halnya tak dapat lari ke mana-mana lain daripada di atas kapal itu jika terjadi apa-apa di laut itu, karena lepas dari tempat yang kecil itu, mautlah yang menunggu dia. Nyatalah benar olehnya, bahwa tempat nyawanya bergantung tiada berapa besar. Di kapal itulah sahaja kehidupan, di luar itu kematian (Rusli, 2002:201).

Pengarang, lewat novel karyanya, tetap berusaha memberikan makna subjektif atau fungsi tertentu pada latar yang digambarkannya. Dalam novel tersebut digambarkan sebuah kapal vang telah meninggalkan dermaga. Meninggalkan daratan yang jauh tertinggal di belakang. Yang terlihat sepanjang mata memandang hanyalah lautan luas terbentang. Kapal yang cukup besar terlihat seperti seonggok pasir di padang sahara. Apa lagi manusia yang semakin terlihat kecil dan lemah di alam yang mahaluas tersebut.

148