Halaman:Kalimantan.pdf/69

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pihak Belanda jang tidak menjetudjui resolusi Dewan Keamanan, akan tetapi djuga karena sikap Republik Indonesia jang patuh kepada keputusannja, jaitu kembali ke Jogja, baru dapat diadakan perundingan lagi.
Sikap Pemerintah Republik ini ternjata menimbulkan kesulitan jang amat besar bagi pemerintah Belanda, djuga timbul dalam kalangan BFO sendiri. Belanda belum dapat melepaskan interpretasinja mengenai Republik Indonesia jang dikatakannja hanja pemerintah perseorangan dari Republik, dan karena ini status dari Pemerintah dan daerah Republik Indonesia harus ditentukan lebih dahulu oleh rakjat didaerah Republik sendiri.
Bagi pihak Republik segala matjam tindakan Belanda, baik mengakui atau tidak terhadap pemerintah Republik Indonesia, tetapi jang penting baginja ialah menerima resolusi Dewan Keamanan dan bersedia untuk melaksanakannja. Rakjat Indonesia melihat suatu kenjataan bertindak dan keberanian dari pihak Pemerintah Republik Indonesia, sekalipun mereka hanja bersuara dalam satu tempat tawanan di Bangka dan Prapat jang didjaga keras oleh tentara Belanda.
Sikap inilah jang menarik sympathie seluruh Indonesia, tetapi jang ternjata menimbulkan perpetjahan dikalangan Belanda dan dalam BFO sendiri. BFO jang tadinja amat aktip, agaknja sekarang seperti thermometer jang turun deradjatnja, sedemikian lamanja bersidang masih belum dapat menemui djalan mana jang harus dilaluinja . Ketua BFO Sultan Hamid dari Kalimantan Barat nampaknja kehilangan kepertjajaan dari kawan-kawannja se federalis . BFO harus berani mengambil tindakan, kepihak mana mereka harus menjebelah. Adalah amat mengetjewakan bagi golongan kanan BFO, karena Parlemen Pasundan mendesak kepada pemerintah Belanda supaja menerima baik resolusi Dewan Keamanan sebagai dasar usaha untuk mempertemukan perundingan kembali antara Republik Indonesia dan Belanda.
Tindakan Pasundan ini difahami oleh lain daerah, antaranja beberapa golongan dalam daerah-daerah di Kalimantan, ketjuali Kalimantan Barat timbul kasedaran untuk menjatakan sikapnja untuk memperkuat sekalipun belum terlambat mosi Pasundan itu. Bahkan ada aliran jang ingin mendorong supaja BFO-lah jang seharusnja mendukung dan menjokong resolusi Pasundan, dan dengan lain perkataan supaja resolusi Pasundan itu diambil over oleh BFO. Sudah barang tentu keadaan jang demikian ini menambah tegangnja keadaan, karena golongan dari Kalimantan Barat, Dajak Besar, Sumatera Selatan, Tapanuli, dan Sumatera Timur tidak menjetudjui sikap demikian. Mereka dari golongan kanan ini jang djumlahnja ditaksir hanja 40%, sedang lainnja adalah aliran Republikein masih berpegang pada pendirian pemerintah Nederland jang tidak mengakui adanja Pemerintah Republik lagi, jaitu setelah "politioneel-actie".

Sementara itu pemerintah Belanda dengan resmi menjatakan, bahwa tanggal 1 Djuli 1950 akan dilangsungkan penjerahan kedaulatan, sedang konperensi Medja Bundar akan dimulai dalam bulan Maret 1949. Anggapan umum di Indonesia, bahwa baik konperensi KMB maupun penjerahan kedaulatan tidak akan dapat dilangsungkan apabila Pemerintah Republik Indonesia tidak ikut serta. Berhubung dengan itu, baik pihak Belanda maupun BFO telah menjampaikan undangan kepada Republik Indonesia untuk menghadiri KMB, akan tetapi oleh Republik Indonesia tidak dapat diterima begitu sadja, jaitu sebelum Pemerintah dan daerah Republik dikembalikan ke Jogjakarta.

65

(685/B) 5