Halaman:Kalimantan.pdf/67

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Pelanggaran-pelanggaran jang dilakukan dengan sengadja oleh pihak Belanda terhadap persetudjuan itu akibatnja akan menambah keruhnja suasana. Pemungutan suara hanja akan dilakukan setelah tertjapai persetudjuan politik. Karena jang demikian itu seakan-akan tidak mungkin dapat dilaksanakan, bilamana tjita-tjita bekerdjasama tidak dapat didjalankan oleh masing-masing pihak jang bersangkutan. Kesulitan-kesulitan sebagai akibat daripada perbuatan-perbuatan Belanda didaerah dimana akan diadakan plebisciet, jaitu dengan djalan menghalang-halangi adanja persetudjuan jang pasti, tambah pula pemungutan suara itu dianggap untuk mendapatkan suatu kemenangan. Pelanggaran peraturan plebisciet membawa akibat tidak lantjarnja usaha-usaha dari Komisi Tiga Negara jang mendjadi badan perantara untuk merumuskan djalannja pemungutan suara itu.

Pokoknja, ialah untuk melakukan hak menentukan nasib sendiri bagi rakjat jang tidak sadja terdapat di Djawa, Sumatera, dan Madura akan tetapi djuga didaerah Kalimantan sendiri. Sudah barang tentu akibat daripada penglaksanaan pemungutan suara itu akan dapat diketahui bagaimanakah kedudukan Kalimantan, apakah akan berdiri sendiri sebagai Negara atau untuk menggabungkan dirinja kedalam Negara Republik Indonesia. Dengan mempermudahkan pokoknja pemungutan suara itu adalah suatu tjontoh memalsukan kedjernihan jang dikehendaki oleh pihak Belanda dengan djalan tersembunji. Oleh karena itu pengawasan internasional adalah perlu sekali untuk mendjamin terpeliharanja pemungutan suara dengan setjara bebas dan merdeka, lepas daripada perasaan takut dan chawatir. Djika diantara kaum federalis ada jang menganggap telah tjukup untuk menundjukkan tentang perbuatan-perbuatan jang salah dari pihak Belanda, maka nilai daripada plebisciet itu tidak ada artinja sama sekali, karena plebiscict adalah mendjalankan demokrasi untuk mengukur keinginan-keinginan rakjat.

Dunia internasional meminta untuk memetjahkan perselisihan jang terdapat di Indonesia dalam usahanja untuk melaksanakan tjita-tjita demokrasi tentang hak rakjat didaerah ini. Djika tjita-tjita kaum federalis dan kaum Republikein dan bekerdjasama jang kekal adalah merupakan tjita-tjita menudju kearah pembangunan Negara jang njata, haruslah dibuktikan didepan dunia internasional. Oleh karena itu untuk mentjapai hasil jang sebaik-baiknja dalam hal ini, maka adalah amat penting untuk memberikan penerangan-penerangan dan pendidikan-pendidikan kepada rakjat jang bersangkutan supaja mereka mengerti betapa besar kewadjibannja terhadap daerah ini.

***

Penjerahan Kedaulatan.

Awal tahun 1949 adalah permulaan sedjarah Republik Indonesia jang amat mengchawatirkan sekali, karena sedjak itu Belanda telah tidak mengakui adanja Negara atau Pemerintah Republik Indonesia lagi, sedang jang „berdaulat” seluruh Indonesia adalah Belanda sendiri. Perkembangan keadaan selandjutnja diluar dugaan Belanda, karena walaupun Ibu-kota Republik Indonesia telah diserang dan diduduki oleh tentera Belanda, sedang para pemimpin Republik ditangkap dan ditawan, dipisah-pisah diantara kepulauan Indonesia, tetapi tidak demikianlah keadaan jang sebenarnja, karena pemerintahan Republik sekalipun bersifat darurat ada dimana-mana, misalnja di Atjeh, di Philipina dan bahkan di Lake

63