Halaman:Kalimantan.pdf/421

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Dalam anggapan Gadjah Mada sudahlah tjukup bilamana radja Martapura menerima segala peraturan, adat-istiadat dan tata-kerama pemerintahan dari Keradjaan Kutai sadja. Dengan terdjadinja peristiwa itu, maka radja Martapura kembali kedaerahnja dengan hati sedih dan masjgul. Agaknja Radja Madjapahit hanja mengakui kekuasaan radja Adji Maharadja Sultan atas daerah Kutai dan Martapura, sekalipun sebenarnja radja Martapura masih sanggup mendjalankan pemerintahannja. Tetapi keadaan jang demikian itu tidak dibiarkan oleh keturunan radja-radja di Martapura, mereka tetap mempertahankan status keradjaannja, tidak ingin didjadjah oleh radja keradjaan Kutai, walaupun diantara kedua keradjaan itu masih tersangkut-paut darah familie.

Dalam perkembangan selandjutnja, setelah beberapa turunan jang mengendalikan kedua keradjaan itu terus-menerus berselisih faham, maka achirnja datang kepada suatu kepastian ialah melakukan peperangan sebagai salah satu djalan jang terachir. Dalam peperangan itu keradjaan Martapura terpaksa kalah, sedang radjanja gugur. Sedjak waktu itu kedua keradjaan itu digabungkan mendjadi satu keradjaan jang disebut keradjaan Kutai Kartanegara Ing Martapura, sedang radjanja bernama Pangeran Sinum Pandji Mendapa jang lebih agak sempurna mendjalankan pemerintahan dengan satu undang-undang jang mempunjai 164 fasal. Undang-undang itu mengatur dengan tjara bagaimana seorang radja harus berbuat dengan kekuasaannja dan batas keradjaan. Adapula kedapatan suatu tulisan dengan huruf-huruf Djawa kuno, jang terdapat didaerah Kutai Lama dan Kutai Martapura. Tulisan-tulisan itu masih ada hingga sekarang ini.


KETURUNAN RADJA-RADJA KUTAI MARTAPURA DAN KUTAI LAMA.

1300 - 1325 : Adji Batara Agung Dewa Sakti -1-
1325 - 1360 : Batara Agung Paduka Nira -2-
1360 - 1420 : Maharadja Sultan -3-
1420 - 1475 : Radja Mandarsjah -4-
1475 - 1525 : Pangeran Temenggung Baja-baja -5-
1525 - 1600 : Radja Makuta Mulia Islam -6-
1600 - 1605 : Adji Dilanggar -7-
1605 - 1635 : Pangeran Sinum Pandji Mendapa -8-
1635 - 1650 : Pangeran Dipati Agung -9-
1650 - 1686 : Pangeran Dipati Modjokasuma -10-
1686 - 1700 : Ratu Agung -11-
1700 - 1730 : Pangeran Dipati Tua -12-
1730 - 1732 : Pangeran Dipati Anum -13-
1732 - 1739 : Sultan Muhammad Idris -14-
1739 - 1780 : Sultan Muhammad Muslihuddin -15-
1780 - 1850 : Muhammad Shalihuddin -16-
1850 - 1899 : Muhammad Sulaiman -17-
1899 - 1915 : Sultan Muhammad Alimuddin -18-
1915 - ...... : Sultan Muhammad Parikesit -19-

417