Halaman:Kalimantan.pdf/372

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Kemudian pada tahun 1825 Sultan Sulaiman meninggal dunia dan diganti oleh Sultan Adam Alwasik Billah. Selagi hidupnja Sultan jang meninggal ini, sempat djuga ia menaikkan uang kepala mendjadi Rp. 2.60 setahun bagi orang jang sudah kawin dan jang belum kawin sebanjak Rp. 1.30, sedangkan bagi pedagang-pedagang diperahu dikenakan tjukai.

Setelah Sultan Adam mendjadi radja maka dilantiknja djuga anaknja jang bernama Pangeran Abdurrahman mendjadi Radja Muda, jaitu untuk mengganti kedudukannja kalau meninggal dunia. Begitu djuga permaisurinja turut pula tjampur tangan dalam urusan keradjaan dan berpengaruh besar terhadap suaminja, hingga dengan demikian padjak rakjat dinaikkan mendjadi 2 kali lipat.

Pada tanggal 4 Mei 1826 utusan pemerintah Belanda jang bernama M. H. van Halewijn mengadakan perdjandjian baru dengan Sultan Adam, jang menjatakan bahwa segala keradjaan Bandjarmasin didjadikan hak pemerintah Belanda, ketjuali daerah Hulu Sungai, Martapura dan bagian-bagian dari Bandjarmasin, artinja melulu dikota Bandjarmasin sadja.

Dalam tahun 1833 tiba-tiba terdjadi suatu peristiwa dalam keraton jaitu dalam keluarga Sultan Adam sendiri, sehingga mendjadi buah bibir rakjat. Peristiwa itu ialah atas kematiannja Pangeran Ismail, putera kedua dari Sultan Adam jang akan dilantik mendjadi Mangkubumi untuk mengganti pamannja Mangkubumi Nata kalau beliau meninggal dunia. Kematian Pangeran Ismail itu oleh sebagian besar rakjat diduga perbuatan Pangeran Nuch, saudara muda Pangeran Ismail jang iri hati dan menghendaki supaja ia jang diangkat mendjadi Mangkubumi.

Dalam tahun 1835 oleh Sultan Adam dikeluarkan beberapa Undang-undang, diantaranja soal pengadilan, hal-hal jang berhubung dengan agama, perkawinan, hak tanah dan lain-lain jang sampai sekarang seringkali terdengar dan mashur dengan nama „Undang -undang Sultan Adam", karena Sultan inilah jang pertama mengadakan peraturan jang teratur.

Dalam bulan Mei 1835 tiba -tiba datang seorang pendeta Zending ke Bandjarmasin untuk mempeladjari adat dan keadaan-keadaan didaerah tanah Dusun dan Pontianak jang sesudah itu pulang kembali ke Djawa. Selandjutnja pada tanggal 3 Desember 1836 datang pula seorang pendeta bernama Branstein bersama 3 orang temannja ke Bandjarmasin, serta dimulaikannja mengerdjakan urusan Zending, jaitu mengembangkan agama Kristen kedaerah udik dan sedjak itu perkembangan Zending mendjadi baik dan pemberita-pemberita Indjilpun bertambah banjaknja.

Pada tahun 1841 Pangeran Mangkubumi meninggal dunia dan diganti oleh Ratu Anum Mangkubumi Kentjana, putera dari Sultan Adam sendiri.

Disamping itu rupanja pemerintah Belanda merasa sangat perlu untuk menguatkan kedudukannja didaerah Bandjarmasin agar tidak kalah pengaruhnja dengan Inggeris jang telah biasa menduduki Bandjarmasin. Oleh Belanda lalu diangkat seorang Gubernur jang bernama Weddik. Dalam tahun 1845 Gubernur Weddik mengadakan perundingan dengan Sultan untuk memperbaharui perdjandjiannja serta menambah perdjandjian jang telah dibikinnja pada tahun 1826 jang lalu.

Dalam perdjandjian jang baru ini ditetapkan batas-batas keradjaan jang baru, jaitu mulai dari tepi sungai Kuwin dan Barito sampai ke Kuala Mengkatip dan

368