Halaman:Kalimantan.pdf/361

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

BAB VI.

SEDJARAH RADJA-RADJA DI KALIMANTAN.

Keradjaan Bandjarmasin.

DALAM permulaan tahun 1450 daerah Bandjarmasin untuk pertama kalinja diperintah oleh seorang radja jang bernama Pangeran Suria Nata jang berkedudukan di Tjandi Agung. Dalam perkawinannja dengan Puteri Djundjung Buih telah mendapat tiga orang putera jang masing-masing bernama Pangeran Aria Wangsa, Pangeran Suria Wangsa dan Pangeran Suria Gangga Wangsa. Dengan tidak diketahui apa gerangan sebabnja, maka dalam tahun 1460 Pangeran Suria Nata bersama permaisurinja hilang lenjap, tidak tahu kamana arah perginja, jang diikuti djuga oleh puteranja, Pangeran Suria Wangsa dan Pangeran Suria Gangga Wangsa. Maka pada tahun itu djuga, keradjaan Bandjarmasin dikendalikan oleh puteranja jang sulung, jaitu Pangeran Aria Wangsa , hingga pada tahun 1505.

 Kemudian Pangeran Aria Wangsa kawin dengan puteri Kabuwaringin dan mendapat seorang putera jang diberinja nama Raden Sekar Sungsang. Tetapi kelahiran putera itu tidak memberi kepuasan terhadap permaisurinja, oleh karena itu maka permaisuri berlaku kedjam terhadap anaknja sendiri, hingga pada suatu hari ketika Raden Sekar Sungsang masih belum meningkat dewasa, terpaksa melarikan diri untuk melepaskan siksaan dari ibunja. Ia melarikan diri dan turut berlajar ke Djawa dengan perahu lajar kepunjaan Djuragan Petinggi.

 Setelah sampai di Djawa beberapa tahun lamanja, Raden Sekar Sungsang dikawinkan dengan anak Djuragan Petinggi, jang achirnja memperoleh seorang anak laki -laki bernama Raden Pandji Sekar. Pada suatu ketika Raden Sekar Sungsang mengembara dengan anaknja dan bertemu dengan sebuah Keradjaan jang diperintahi oleh Sunan Giri. Setelah beberapa tahun lamanja mereka tinggal berdiam dalam Keradjaan Sunan Giri, achirnja Pandji Sekar jang ketika itu sudah dewasa diambil menantu oleh Sunan Giri dan diberi nama gelaran Sunan Serabut.

 Setelah terjadi perkawinan itu maka ajahnja Raden Sekar Sungsang kembali ke Kalimantan dan terus ke Tjandi Agung. Kedatangannja ke Kalimantan jang telah lama ditinggalkannja itu jang bermaksud mentjari ibunja sendiri, tetapi telah lupa wadjah muka dan tidak dapat mengenal satu sama lain, sehingga achirnja

357