Halaman:Kalimantan.pdf/350

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

hendak bepergian. Djika orang memperhatikan salah sebuah sungai di Kalimantan, maka mudahlah diketahui, bahwa kampung jang dikelilingi oleh pohonpohonan jang besar-besar, kelapa, durian, pinang, rambutan dan sebagainja menundjukkan itulah kampungnja orang -orang Dajak. Sepandjang kali Barito jang besar dan pandjang itu, terdapat tidak kurang dari 150 buah kampung.

Umumnja rumah-rumah itu berpanggung, bertiang tinggi-tinggi untuk mendjaga serangan binatang buas. Tetapi jang lebih penting bagi mereka untuk membikin rumah-rumah jang sedemikian itu, ialah untuk mendjaga serangan dari suku Dajak lainnja jang masih suka ,,mendjadjah" kepada sukunja sendiri. Rumah mereka adalah benteng pertahanan mereka. Kalau hanja serangan tombak, sambilung dan parang sadja, maka mereka dapat mempertahankan dirinja dari atas rumahnja. Tetapi kalau serangan dengan panah atau sumpitan, mereka tidak usah chawatir, karena mereka dapat mengelakkannja.

Diantara 400 suku Dajak di Kalimantan terdapat 9 suku Dajak jang besar, seperti Suku-suku: Ot Danum jang terbagi lagi atas berpuluh-puluh suku ketjil, suku Ngadju, misalnja suku Bakumpai - seluruhnja memeluk agama Islam Kapuas, Kahajan , Katingan, Bulik, Batang Kawa, Delang, Dusun, Manjan, Sahiei, Limbei, Pangen, Mahalat, Tawahui, Rakui, Siang, Murung, Barangas, Tamuan dan lain-lain . Suku - suku ini umumnja berdiam di Kalimantan Selatan, sedang bahasa jang dipakainja ialah bahasa suku Dajak Ngadju sebagai bahasa perantara, karena tiap suku Dajak itu berlainan logat dan bahasanja.

Suku-suku Dajak jang terdapat didaerah Kalimantan Barat, terbagi atas dua suku besar, ialah suku Klemantan dan Katungau. Suku - suku ini terbagi pula atas berpuluh-puluh suku ketjil, sedang bahasa perantaraannja ialah bahasa Dajak Serak dan Dajak Mardaheka, Kenjah, Bahau, Apu Kajan, Iban dan suku Murut. Sementara itu ada 14 suku Dajak jang hidup amat merdeka dan bebas, jaitu Ot dan suku Sukung jang tinggal ditengah-tengah pulau Kalimantan, dihutan-hutan belukar, dipinggir-pinggir sungai dan dikaki-kaki gunung Muller, Schawaner. Baik dalam zaman Belanda, Inggeris, maupun dalam Djepang mereka tidak dapat ditaklukkan, entah karena jang berkuasa takut mendatangi daerahdaerah mereka, atau oleh karena sebab- sebab lain, maka hidup mereka tidak dapat dikuasai, dan mereka bebas tidak bajar padjak-belasting dan sebagainja.

Sedang Pemerintah Republik Indonesia sekarang inipun belum berusaha untuk mengundjungi daerah mereka itu, karena djauh letaknja. Hukum jang berlaku ditempat-tempat itu, ialah hukum rimba. Mereka masih amat biadab dan liar, tidak takut berhadapan dengan manusia, baik bermaksud baik, maupun djahat.

Sendjata mereka jang mendjadi pusaka turun-temurun ialah duhung, sematjam keris jang bentuk dan rautnja seperti daun lendjuang, lebarnja lebih kurang 5-10 cm, sedang pandjangnja 30-50 cm, berhulu gading dan bersarung kaju jang ditjat merah. Sendjata lainnja ialah, sumpitan, jang lazim disebuat dalam bahasa daerah mereka „sipet" ,,sipot" atau „sapot". Sendjata ini termasuk sendjata jang utama pula, jang diperbuat dari kaju ulin - besi - bulat dan pandjang, diberi berlobang ditengahnja kira-kira 8 mm garis menengahnja. Tjara membikinnja dipotong kaju jang pandjangnja 3 meter, diberi lobang dengan penggerek. Bahan penggerek dibikin dari batu gunung jang dilebur sendiri.

346