Halaman:Kalimantan.pdf/341

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

demikian djuga dengan jang muda lelaki maupun perempuan sama sadja. Hanja tiada gambaran jang njata, apakah didunia halus ada perkawinan, kematian dan sebagainja. Kalau dalam suami isteri ada anggapan masih ada hubungannja. Dengan lain perkataan, bahwa sepasang suami isteri dalam dunia kasar ini tetap mendjadi suami isteri diachirat. Demikian djuga tentang baji jang lahir terus meninggal, belum ada kissahnja, betapa keadaannja dialam halus nanti.

Hidup orangpun sama sadja. Orang kaja didunia, mungkin djuga kaja disana. Miskin didunia, miskin djuga disana. Hanja disamping kemiskinan dan kekajaan ini ada pula balasan tentang kebaikan dan kedjahatan. Umumnja mendapat gandjaran. Pahala atau dosa. Tidak dapat disingkirkan lagi. Orang jang baik hidup didunia akan senang sadja disana biar miskin. Tetapi bagi orang jang djahat, akan menderita siksaan pula disana. Sipentjuri harus memikul beban seberat jang ditjurinja, kalau benda seperti djarum, ia akan terus merasa sebagai ditusuk dengan djarum. Bedanja hanja disana itu segala bahan semua ada, tidak usah membeli. Pendek kata disana segala ada. Tetapi ada pula jang mengatakan, bahwa disana itu orang selalu kenjang sadja, tidak usah makan dan minum, karena ketika mtinja seseorang lebih dahulu diberi makan dan minum pada arwah-arwahnja.

Upatjara kematian didahului oleh seorang jang sedang sakit jang ternjata tidak lama lagi akan menutup mata, didjaga terus menerus. Pada ketika matinja, maka gong dan tawak-tawak berbunji dengan irama jang tertentu melagukan lagu kematian. Anak-anak dan keluarga jang mati berkumpul sambil mengurut dada tepat denjutan djantungnja. Majat lalu diupatjarakan dengan adat istiadat, misalnja badan simajat direntang 7 helai benang hitam dan diatur berderet- deret dari sebelah kaki sampai kekepala. Kalau laki-laki kepalanja diarahkan kesebelah udik, sedang perempuan kesebelah hulu dari sungai jang terletak dimuka kampung itu. Kepala majat ditutup dengan sematjam mangkok besar dari kuningan, sedang kakinja ditutup dengan pinggan, diulu hatinja ditaruhkan mangkok ketjil dan matanja ditutup dengan uang perak, biasanja ringgitan atau rupiah. Setelah itu baru dikentjangkan benang dari udjung kaki sampai keudjung kepala, dan kemudian dibungkus dengan kain. Orang- orang jang berkumpul mendjaga simajat dalam upatjara memberi makan arwahnja, sedang makanan itu dihitung serba tudjuh dari segala matjam benda hidangannja.

Ketika itu pula peti mati dibuat jang diberi beberapa ukiran jang symbolik. Pada malamnja orang tetap berdjaga -djaga. Apabila peti mati selesai dibikin, majatpun lalu dimasukkan kedalamnja. Majat itu tidak segera dikubur, melainkan ditunggu beberapa hari lamanja, menurut adat kebiasaan masing-masing. Beberapa orang jang memang disediakan untuk meratapi dan menangisi simati mengutjapkan kata-kata jang pilu dan menjedihkan serta meriwajatkan perdjuangan hidup simati, baik tentang kebaikan dan kemurahan hatinja, maupun tentang kepahlawanannja, sehingga chalajak ramai mengetahui akan djasa-djasanja.

- Setelah sampai ditempat penguburan terus dilakukan penanaman dengan menabur beras dan membatjakan mantera, serta dikubur pula harta bendanja untuk dibawanja kealam baka. Diatas nisan dinjalakan api damar dan lain-lain barang alat hidup. Sedang dirumahnja dilakukan pendjagaan terhadap unggun api selama 7 malam, dan pada achir pendjagaan diadakan kenduri sebagai


(685/B) 22

337