Halaman:Kalimantan.pdf/229

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Menteri Djadjahan Belanda pada tanggal 22 Djanuari 1886 telah memberitahukan, bahwa konsesi jang diperoleh dari Sultan Kutai, hanja mengenai penggalian arang batu, sedang mereka jang minta konsesi harus sanggup membatasi bidang tanah jang diusahakan sampai seluas 3000 hectare sepandjang pantai Sungai Mahakam atau Sungai Kutai, jaitu dari muara Djawa sebelah hulu dari Tenggarong.

 Oleh karena sjarat-sjarat perdjandjian itu, masing-masing pihak tidak ada jang keberatan, maka Pemerintah Belanda telah mengesahkan perdjandjian tersebut pada tanggal 9 Desember 1882. Adapun naskah dari perdjandjian itu adalah sebagai berikut:

 Pasal satu, pembikinan perdjandjian pada satu pihak memberikan dengan ini kepada pembikin perdjandjian lain pihak diluar lain-lain konsesi untuk penggalian tanah jang mengandung arang batu dalam Keradjaan Kutai.

 Pasal dua, konsesi diberikan untuk waktu lamanja tudjuh puluh lima tahun terhitung mulai pada hari perdjandjian ini disjahkan oleh atau atas nama Pemerintah Hindia Belanda.

 Pasal tiga, kepada pembikin perdjandjian pada lain pihak diberi izin ambil beberapa bidang tanah jang tidak begitu luas untuk penggalian batu, dan pembangunan rumah-rumah keperluan perusahaan dan lain-lain pangkalan untuk mengangkut djalannja pengeluaran bahan-bahan jang perlu.

 Djika tanah-tanah itu dipergunakan oleh penduduk, pembikin perdjandjian pada lain pihak tidak boleh mempergunakan tanah itu, sebelum mengganti kerugian selajaknja kepada jang mempunjai hak atas tanah itu. Djikalau penggalian tanah jang agak kebawah mengakibatkan beberapa kerusakan pada penduduk, maka pembikin perdjandjian pada lain pihak dengan kesenangan hati dari pihak jang mendapat kerugian atau menurut putusan hakim harus membajar kerugian sepenuh, sebelum meneruskan pekerdjaannja.

 Pasal empat, kepada pembikin perdjandjian pada lain pihak diizinkan djuga buat keperluan perusahaan mengumpul dengan alat-alat sendiri bahan-bahan kaju didalam hutan-rimba dari daerah Kesultanan, kalau-kalau jang demikian itu membawa kerugian kepada hak-hak penduduk jang diperolehnja djuga kepada hak-hak penduduk dengan perdjandjian sesungguhnja, bahwa pengambilan tidak boleh lebih daripada jang dibutuhkan untuk sesuatu perusahaan.

 Pasal lima, pembikin perdjandjian pada suatu pihak berdjandji tidak akan memungut tjukai masuk atas barang -barang makanan atau keperluan-keperluan lain buat perusahaan jang oleh pembikin perdjandjian pada lain pihak akan dimasukkan, djuga atas tjukai arang batu.

 Pasal enam, pembikin perdjandjian pada lain pihak berdjandji kepada Sultan Kutai saban tahun dibajar tjukai jang besarnja setengah rupiah atau lima puluh sen untuk tiap-tiap ton arang batu jang digali oleh mereka. Pembikin perdjandjian pada satu pihak ada hak pada suatu waktu membuat arang batu harus dengan segera diberitahukan kepada Sultan supaja memerintahkan untuk menetapkan berapa banjak hitungan djumlah jang dimuat.

 Pasal tudjuh, pembikin perdjandjian pada lain pihak boleh membikin perundingan tentang perdjandjian tersendiri dengan penduduk dengan pengetahuan lebih


(685/B) 15

225