Halaman:Kalimantan.pdf/143

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 Pro dan kontra terhadap Pemerintah Republik didaerah tersebut dipergunakan sebaik-baiknja oleh pihak kaki tangan Belanda, dan sedjak itu pertentangan dan perselisihan selalu timbul hingga datang saatnja Belanda datang dengan sedjumlah serdadu menggempur daerah itu, jaitu pada tanggal 8 Djanuari 1946. Retak-retak jang telah ditanam Belanda dalam daerah tersebut, mempermudah robohnja pertahanan rakjat, dan mempermudah bagi Belanda untuk menguasai daerah seluruhnja.

 Berita tentang djatuhnja daerah Sampit ketangan serdadu-serdadu Belanda, menimbulkan suasana jang agak tegang dalam daerah Kotawaringin, Pangkalan Bun dan sekitarnja jang masih dikuasai oleh pedjuang-pedjuang Republik. Akan tetapi karena didaerah tersebut mendjadi pusat dari gerakan bersendjata gerilja Republik, maka keadaan kegelisahan dapat diatasi, jaitu karena mereka jang mengendalikannja ada djaminan untuk mempertaruhkan djiwa raganja guna mempertahankan dan menghadapi serangan-serangan dari pihak Belanda. Segenap bagian-bagian dari alat-alat pemerintah Republik jang terdiri dari BKR, KNI, Palang Merah dan organisasi-organisasi pemuda memusatkan perhatiannja terhadap kemungkinan-kemungkinan jang akan ditimbulkan oleh Belanda.

 Didaerah Kumai jang letaknja dipersimpangan perairan jang bermuara kelaut Djawa mendjadi tempat pertahanan rakjat, dan disinilah berkumpul segenap rombongan pedjuang jang dikirim dari Djawa. Pada tanggal 1l Djanuari 1946 djam 17.00 datang suatu utusan dari Sampit dengan sebuah motor, terdiri atas beberapa orang Indonesia jang ingin mengadakan perundingan dengan pihak Republik, Kedatangan utusan Sampit itu menimbulkan ketjurigaan, namun demikian perundingan dilakukan, jang mengenai pokok bagaimana untuk menghadapi Belanda, djika sewaktu-waktu Belanda datang menjerbu. Setelah perundingan itu selesai, maka utusan Sampit kembali pada malam hari itu djuga. Akan tetapi alangkah ketjewanja karena dimuara telah kelihatan 3 buah kapal perang Belanda dalam ukuran sedang, penuh dengan serdadu. Ketiga kapal ini memakai tanda bendera Merah Putih, jaitu untuk sekedar mengabui mata rakjat, sampai kemana pengetahuannja tentang ketiga kapal jang akan mendarat itu.

 Pasukan-pasukan Republik jang telah siap menantikan apa jang akan terdjadi, lebih-lebih waspada dan mentjurahkan segenap pandangan dan perhatiannja kepada kapal jang mendarat itu, dan dalam keadaan jang demikian tiap pedjuang sudah tidak tahan menahan nafsunja, segera melepaskan tembakan kearah kapal itu, karena diketahui didalam kapal itu bukan bala bantuan dari Republik Indonesia, — sekalipun kapalnja memakai tanda Merah Putih — melainkan berisi serdadu-serdadu Nica. Tembakan dari darat dibalas dari pantai dan dalam sekedjap mata pertarungan sendjata berdjalan terus. Bendera Merah Putih segera diturunkan dan diganti dengan bendera Belanda, dengan demikian makin terang bagi rakjat, bahwa mereka benar-benar telah berperang melawan Belanda.

 Dalam waktu hanja 3 djam daerah Kumai djatuh ketangan Belanda setelah menelan korban berpuluh-puluh orang dari pihak pedjuang dan rakjat, sedang dari pihak serdadu mati beberapa orang. Pasukan Republik mengundurkan diri ke Pangkalan Bun serta mempersiapkan pertahanan di Kotawaringin, sedang ketika itu Belanda dengan beberapa buah sepeda motor jang diiringi oleh berpuluh-puluh serdadunja menudju arah Pangkalan Bun. Ditiap djalan jang

139