Halaman:KUHPerdata.pdf/27

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta bersama suami isteri ialah bertambahnya harta kekayaan mereka, berdua, yang selama perkawinan timbul dan hasil harta kekayaan mereka dan pendapatan masing-masing, dan usaha dan kerajinan masing-masing dan penabungan pendapatan yang tidak dihabiskan, yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya harta benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dan pendapatan.

Pasal 158
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau isteri selama perkawinan dan warisan, wasiat atau hibah, entah berasal dan keluarga entah dan orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 167.

Pasal 159
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.

Pasal 160
Naik atau turunnya harga barang salah seorang dan suami isteri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian bersama.

Pasal 161
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu.

Pasal 162
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu.

Pasal 163
Semua utang kedua suami isteri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang dan suami isteri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu.

Pasal 164
Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian.

Pasal 165
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami isteri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang ditandatangani oleh Notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan