Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/91

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Bahasa. Tidak tahu apa gunanya. Yang jelas, itu berarti tidak ada jam pelajaran, yang aku harus duduk diam dan bersikap sebagai anak baik.

"Kamu mau ambil jurusan apa, Tika?" tanya Dian setelah acara itu usai.

"Entahlah, aku belum memikirkannya."

"Belum memikirkannya bagaimana? Seharusnya kamu sudah punya rencana atas hidup kamu, kan?"

"Haruskah, Dian, kenapa, sih, kamu selalu membesar-besarkan masalah?" tanyaku.

"Aku sama sekali tidak membesar-besarkan masalah, malah kamu yang terlalu menganggap enteng segalanya.”

"Aku bukannya menganggap enteng, hanya saja, aku memikirkan hal-hal yang harus kupikirkan saja."

Dian memandangku dengan geram.

"Pa, Tika mau beli HP baru," pintaku kepada Papa seusai makan malam.

"Memangnya yang lama, mengapa?"

"Nggak kenapa-napa, sih, Tika udah bosan aja sama yang ini."

"Kamu mau yang seperti apa?"

Aku memberikan sebuah majalah kepada Papa dan menunjuk sebuah gambar.

"Besok Papa lihat." Papa mengambil majalah itu dan melanjutkan acara nonton tvnya.

"Eh..., Tika, kamu ini, baru juga kelas satu SMA, sudah minta yang macam-macam. Rasanya sangat nggak berperikemanusiaan, deh, seorang anak kelas satu SMA membawa sebuah benda yang nilai nominalnya kurang lebih empat juta,"

protes kakak laki-lakiku yang saat ini sedang libur dari kuliahnya dan tinggal di rumah.

"Memangnya, kenapa? Kalau mau, minta aja,” kataku sambil tertawa. "Abang iri, tuh, dari dulu HP nya nggak pernah ganti-ganti."

"Karena aku punya otak. Aku membeli sesuatu karena butuh, bukan karena ingin. Bedakan!"

"Tapi, sebagai seorang calon sarjana ekonomi, Abang seharusnya tahu bahwa, naluri manusia untuk mendapatkan sesuatu melebihi kewajaran yang seharusnya. Dan, itu benar."

79