Halaman:Horison 01 1966.pdf/14

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca


Angin malam makin kentjang sadja. Awan hitam makin tebal ber-gulung dilangit.

— Kalau hudjan, selamat. Nica nggak berani sama hudjan, kata Karna, masinis pembantu jang telah dipindahkan oleh tuan² kebon, djaman Belanda dulu. Setelah Djepang pergi, Karna dipakai lagi dimuntik No. 11 karena Slamat di kirim ke Tembung.

Malam ini mereka ditugaskan untuk membawa mesin induk pengolahan minjak kelapa sawit ke Pondok laut, untuk dibenam disana. Karena kabarnja dalam beberapa hari ini Belanda akan memasuki perkebunan itu dan mendjalankan tugas pengolahan kelapa sawit.

Dulu mereka merentjanakan untuk membumi-hanguskan perkebunan itu. Belakangan tersiar kabar, bahwa pembumi-hangusan tak perlu dilaksanakan. Tjukup dengan pengrusakan, asal pabrik itu tidak djalan. Kalau sudah aman nanti, maka perbaikannja lebih gamnanti, maka perbaikannja lebih gam-pang. Karena itu mesin induk itulah jg ditjopot dan mau disimpan di Pondok laut. Tugas membawa ini dibebankan kepada muntik No. 11 dengan masinis kang Manik.

Seminggu jang lewat serdadu Nica menduduki Limapuluh. Sedjak itu pesawat tjapung mondar mandir diudara perkebunan itu. Kemaren slang Perda- gangan direbut serdadu Nica itu setelah berdjoang mati²an melawan anak buah pak Bedjo.

Orang² perkebunan itu sudah banjak jang pergi mengungsi.

Perkebunan djadi sepi. Mesin pabrik pun sudah berhenti sedjak sore tadi. Semua orang chawatir akan gempuran Belanda. Semua orang takut akan kekedjaman Belanda seperti mereka dengar dari orang jang pernah mengalami kekediaman itu ketika Belanda merebut Tebingtinggi.

Sebanding dengan tambatnja muntik itu merangkak, setitik demi setitik air djatuh dari langit. Makin ke Utara, titik itu makin besar, lalu makin banjak. Kemudian, diselang djilatan kilat, hudjan bagai dítjurahkan dari langit. Muntik makin mempertjepat larinja, sederas suara air jang meniarap kebumi. Sehingga sukar untuk dibedakan, mana suara muntik dan mana suara air jang menderas, angin jang melibas-libas popohonan kelapa sawit.

Pandangan mata hanja sedjauh kurang lebih lima meter didepan muntik, sehingga djalan rel itu gelap dan bajang²nja terlihat bila kilat mendjilat. (Bersambung ke hal. 31)


ESEI TENTANG ESEI


Soe Hok Djin

― 1 ―

DALAM ENSIKLOPEDI BRITANICA, diberikan perumusan esei sebagai berikut: "Esei adalah karangan jang sedang pandjangnja, biasanja dalam bentuk prosa, jang mempersoalkan suatu persoalan setjara mudah dan sepintas lalu ― tepatnja mempersoalkan suatu persoalan sedjauh persoalan tersebut merangsang hati penulisnia."

Tampaknja, dalam perumusan ini esei bukanlah studi ilmiah jang kaku, penuh dengan kehatihatian dan tanggungdjawab ilmiah jang menekan. Esei, seperti djuga studi' ilmiah, mempersoalkan persoalan, tapi hanja sampai "sedjauh dia merangsang hati penulisnja."

Apakah sebenarnja esei?

― 2 ―

Pada suatu sei, jang utama bukanlah pokok persoalannja, tapi tjara pengarang mengemukakan persoalan. Dengan lain perkataan, apa jang utama pada sebuah esei ialah bajangan kepribadian dari pengarang - jang simpatik dan menarik. Hal ini dikemukakan oleh Arthur Christopher Benson dalam se- buah esei-nja jang berdjudul "The Art of the Essayist". Dikatakannja, dalam menulis sebuah esel, tak perlu ada motivasi filosofis atau intelektuil atau religius atau humoristis. Seorang esei-is menulis sesuai dengan apa jang hidup dalam dirinja - perasaan dan pikirannja.

Maka seorang esei-is adalah orang jang terpikat ― orang jang djatuh tjinta pada sebuah persoalan/gedjala. Pertjintaan itu adalah pertjintaan jang ber sifat pribadi Menulis sebuah esei seakan adalah bertjeritera kepada dan untuk diri sendiri ― se-akan² merenungkan keindahan pertjintaannja. Esei adalah tulisan jang bersifat priba di sekali.

― 3 ―

DALAM PUISI, seorang mengalami setjara intens suatu pengalaman. Dia se-akan² luluh dalam pengalaman tersebut. Dan pengalaman tersebut dilukis kan setjara intens pula dalam penuangaanja mendjadi karja seni. Pengalaman tersebut setjara djenuh/didjenuhkan mendjelma mendjadi karja seni. Maka disini ada aspek pathos dalam penghajatan puisi ― penghajatan fang dialami setjara intens.

Kalau disini disebut puisi, maka ini tidak berarti sebagai lawan dari prosa, jakni sandjak-sandjak. Jang dimaksud dengan puisi disini ialah seperti kata Jacques Maritain: "pertemuan antara dunia dalam individu dengan dunia dalam dari alam" ― djadi suatu penghajatan personal terhadap alam. Puisi disini adalah menurut pengertian Coleridge, ketika dia berkata: "Lawan dari puisi bukanlah prosa, tapi adalah ilmu; lawan dari prosa bukanlah puisi, tapi sandjak." Itulah pengertian puisi disini.

Inti dari karja seni adalah penghajatan puisinja ― tampak terutama dalam kesenian non-verbal: musik, senilukis, tari dan sebagainja. Dalam kesusasteraan, karja seni bergerak dalam skala antara pengalaman puisi dan sikap ilmiah. Kritik misalnja ― terletak dalam skala jang lebih dekat pada kutub ilmiah. Kutub jang paling ekstrim dari skala ini pada kutub ilmiahnja mendjelma dalam tulisan ilmiah jang sangat teknis, dimana objektivitas dan abstraksi mentjapai titik maksimalnja. Reaksi para pembatjapun (ditjoba) distandadisir ― artinja diusahkan supaja seragam. Unsur subjektip dari pemulisnja tidak/hampir tidak berperan samasekali. Ini tampak misalnja pada simbol² matematika.

Dimana letaknja essei? 14-HORISON