menjadi serupa dengan dunia ini” (Rom 12:2), artinya: dengan semangat kesia-siaan dan kejahatan, yang mengubah kegiatan insani – sebenarnya dimaksudkan untuk mengabdi kepada Allah dan manusia – menjadi alat dosa.
Jadi kalau ada yang bertanya bagaimana malapetaka itu dapat diatasi, Umat kristiani menyatakan, bahwa semua kegiatan manusia, yang karena kesombongan dan cinta diri yang tidak teratur setiap hari terancam bahaya, harus dimurnikan dan disempurnakan berkat Salip dan kebangkitan Kristus. Sebab manusia, yang ditebus oleh Kristus dan dalam Roh Kudus dijadikan ciptaan baru, dapat dan wajib juga mencintai semua ciptaan Allah. Ia menerima segalanya itu dari Allah, dan memandangnya serta menghormatinya bagaikan mengalir dari tangan Allah. Atas semua itu manusia mengucap syukur kepada Sang Pemberi kurnia; dalam kemiskinan dan kebebasan rohani ia menggunakan alam ciptaan dan memetik hasilnya; dan demikianlah ia diantar untuk memiliki dunia secara sejati, seakan-akan tidak mempunyai apa-apa, tetapi Roh memiliki segalanya[1]. “Sebab semua itu milikmu; adapun kamu milik Kristus, dan Kristus milik Allah” (1Kor 3:22-23).
38. (Dalam misteri Paska kegiatan manusia mencapai kesempurnaannya)
Sebab Sabda Allah sendiri, Pengantara dalam penciptaan segala sesuatu, telah menjadi daging dan tinggal di bumi manusia[2]; sebagai manusia sempurna ia memasuki sejarah dunia, seraya menampung dan merangkumnya dalam Dirinya[3]. Sang Sabda mewahyukan kepada kita, “bahwa Allah itu cinta kasih” (1Yoh 4:8), sekaligus mengajarkan kepada kita, bahwa hukum asasi kesempurnaan manusiawi dan karena itu juga perombakan dunia ialah perintah baru cinta kasih. Maka ia meyakinkan semua, yang percaya akan kasih-sayang ilahi, bahwa jalan cinta ksih terbuka bagi semua orang, dan bahwa usaha untuk membangun persaudaraan universal tidak akan percuma. Sekaligus Ia mengingatkan, bahwa cinta ksih itu jangan hanya dikejar dalam hal-hal besar, melainkan pertama-tama dalam situasi hidup yang serba biasa. Bagi kita semua yang pendosa ini Ia menanggung maut[4]; dengan teladan-Nya Ia mengajarkan kepada kita pula, bahwa kita pun harus mengangkat salib, yang oleh daging dan dunia dibebankan atas bahu mereka yang mengejar perdamaian dan keadilan. Kristus, yang karena kebangkitan-Nya ditetapkan menjadi Tuhan, dan yang diserahi segala kuasa di langit dan di bumi[5], sudah berkarya dihati manusia karena kekuatan Roh-Nya, bukan saja dengan membangkitkan kerinduan akan zaman yang akan datang, melainkan demikian pula dengan menjiwai, memurnikan serta meneguhkan aspirasi-aspirasi yang bersumber pada kebesaran jiwa, dan menggerakkan usaha-usaha keluarga manusia untuk menjadikan hidupnya lebih manusiawi, dan untuk membawahkan seluruh bumi kepada tujuan itu. Adapun bermacam-ragamlah kurnia Roh: ada yang di panggil-Nya untuk memberi kesaksian jelas tentang kerinduan akan kediaman sorgawi, dan untuk tetap menghidupkan dambaan itu dalam keluarga manusia; ada pula yang dipanggil-Nya untuk membaktikan diri kepada pelayanan sesama di dunia, dan untuk dengan pengabdian itu menyiapkan landasan bagi kerajaan sorgawi. Tetapi semua orang dibebaskan-Nya untuk mengingkari cinta diri, dan menampung segala kekuatan dunia ini ke dalam hidup manusiawi, dan dengan demikian melajuke masa depoan, saatnya bangsa manusia sendiri menjadi persembahan yang berkenan kepada Allah[6].
Jaminan harapan itu dan bekal untuk perjalanan oleh Tuhan ditinggalkan kepada para murid-Nya dalam Sakramen iman, saatnya unsur-unsur alamiah, yang dikelola oleh manusia, di ubah menjadi Tubuh dan Darah mulia, yakni perjamuan persekutuan persaudaraan, antipasi perjamuan sorgawi.