Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/84

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

....
Berapa yang datang semua?
Berapa mereka bawa senjata
Jam berapa mereka tiba
....

(Surat Cinta Enday Rasidin, 1960)

Sajak itu melukiskan rakyat yang menjadi korban keganasan gerombolan pengacau. Akan tetapi, pihak keamanan justru terlambat dalam menghadapi kejadian itu. Pihak keamanan baru mengirimkan tentara untuk memburu pengacau setelah rakyat manjadi korban. Hal-hal seperti itulah yang menjadi obsesi Ajip Rosidi daiam sajak-sajaknya, misalnya "Nyanyian Madhapi", "Kediam-diaman", "Istirahatlah Wahai", "Lagu Orang-orang Buangan", dan lain-lain. Sajak-sajak itu pada umumnya melukiskan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan yang mengakibatkan penderitaan rakyat, bahkan rakyat diperbodoh untuk mempertahankan kekuasaan dan menumpuk kekayaan.

Subagio Sastrowardoyo lewat sajaknya "Bulan Ruwah" mengemukakan sindiran terhadap manusia yang selalu dipusingkan formalisme agama, tetapi tidak mengamalkan ajaran-ajaran agama ketika hidup di dunia ini.

BULAN RUWAH


Kubur kita terpisah dengan tembok tinggi
sebab aku punya Tuhan, dia orang kapir

Di Yaumul akhir
roh kita dari kubur
akan keluar berupa kelelawar
dan berebut menyebut nama Allah
dengan cicit suara kehausan darah

Kita sudah siap dengan daftar tanya:
Tuhan, ya Robbulalamin!
adakah kau Islam atau Keristen

apakah kitabmu: Kor'an atau Injil
apakah bangsamu: seorang Rus, Cina, atau Jawa?

(Simphoni, 1957)

Manusia dan Masyarakat

75