Halaman:Citra Manusia Dalam Puisi Indonesia Modern 1920-1960.pdf/102

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Ibu, konon jauh tanah Selindung
Tempat gadis duduk berjuntai
Bonda hajat hati memeluk gunung
Apatah daya tangan ta' sampai.

Elang, Rajawali burung angkasa
Turunlah tuan barang sementara
Beta bertanya sepatah kata
Adakah tuan melihat adinda?

Mega telah kusapa
Margasatwa telahku tanya
Maut telah kupuja
Tetapi adinda manatah dia!

(Pujangga Baru, VIII/12, Juni 1941

Larik-larik itu menampakkan pada kita sosok kekasih setia, yang mati-matian berusaha menemukan gadis kecintaannya yang menghilang tak tentu rimbanya. Demi gadis kecintaannya, ia rela menyerahkan diri pada maut—yang malangnya tak kunjung datang menjemputnya. Tinggallah ia sendiri terbakar api cintanya.

Pertentangan kadangkala muncul dalam hubungan antarpribadi. Ketidakmampuan menerima dan memahami manusia lain dalam hubungan antarpribadi itu barangkali yang menjadi penyebab timbulnya pertentangan itu. Bisa juga tindakan-tindakan sepihak menjadi picu dalam ketidakselarasan hubungan antarpribadi, seperti yang terungkap dalam sajak Hamka, "Sampai Hati". Dalam sajak Hamka itu, si aku lirik ditinggal kekasihnya, seperti dinyatakan dalam larik-larik ini.

Setelah itu dian dari pengharapan menjadi nyala,
Dihembus-hembuskan dengan sejuk oleh nafasmu yang turun naik,
Sekarang kau pergi, kau biarkan dian 'tu padam,
Kini, aku tinggal seorang diri dalam kegelapan.
Kau sendiri yang telah menanamkan asmara dalam jiwaku,
Kau sendiri yang telah memupuk dengan tanganmu yang halus,
Sekarang itu tanaman kau cabutkan dan kau berangkat pergi ...
Melengonglah sejenak ke belakang, tengoklah tanamanku takkan
tumbuh lagi.

Kau sendiri yang telah membina mahligai dalam kebon cita-citaku,
Kau sendiri yang menjadi baas dan tukangnya.

Manusia dan Manusia Lain

93