sebut bernama ”Matiruwu”. Matiruwu adalah raja tanah dipulau Anus ia berkuasa atas daratan dan lautan. Masyarakat sudah tidak bebas lagi penghidupannya mereka merasa selalu dikejar maut kebebasan hidupnya telah dirampas oleh Matiruwu Maka tidak mengherankan bahwa orang-orang dipulau Anus makin lama makin berkurang. Mereka banyak yang melarikan diri atau pindah ketempat daerah baru yang dianggap aman. Pada suatu saat kepala Kampung memerintah masyarakatnya agar mereka berkumpul guna mengatur bagaimana caranya supaya bisa meninggalkan pulau Anus. Dalam pertemuan dihadiri pula oleh seorang wanita yang sudah tidak berbapa ·dan beribu. Wanita yang hadir dalam pertemuan bernama ”Yafda”. Tercapailah suatu kesepakatan demi keselamatan dan ketentraman penduduk secara menyeluruh harus segera meninggalkan daerah pulau Anus. Mereka ada yang akan kembali ke Sarmi dan ada pula yang menuju kedaerah Besaf. Keesokan harinya semua keluarga telah bersiap untuk berangkat. Yafda pun telah berangkat dari rumahnya hendak pergi mengikuti jejak orang-orang yang akan meninggalkan pulau Anus. Malang bagi Yafda karena telah ditinggal oleh kawan-kawannya. Yafda akan berangkat sendiri tidak mungkin karena perahunya sangat kecil dan hanya dapat memuat dua orang penumpang serta perahu tersebut tidak sanggup mengarungi lautan yang begitu luas. Sebenarnya dalam diri Yafda masih senang tinggal dipulau Anus, karena orang tuanya meninggal dipulau tersebut. Yafda berkeinginan untuk meninggalkan pulau Anus dikarenakan bila ia tidak mengikuti jejak kawan-kawan yang lain berarti ia hanya tinggal sendirian dipulau Anus atau kemungkinan yang lain ia harus mati menjadi mangsa Matiruwu. Yafda terus berjalan disepanjang pantai dengan harapan dapat menjumpai kawan-kawan lain yang kemungkinan belum berangkat. Dari jauh Yafda melihat orang mendorong perahu kepantai. Yafda seakan-akan melonjak kegirangan sebab bayangan untuk pergi terbayang nyata. Bekal selama perjalanan dan barang-barang bawaan yang tadinya terasa berat seakan-akan terlepas. Yafda bergegas menemui orang tersebut seraya berkata ”Bapa, bolehkah saya menumpang”. ”Perahu kami terlalu kecil dan hanya mampu memuat keluarga kami nak” Yafda meminta belas kasihan kepada orang tersebut serta berkata :
”Kalau begitu biarlah barang-barang saya tidak usah dibawa dan kami menumpang orang saja”.
21