Halaman:Buku peringatan 30 tahun kesatuan pergerakan wanita Indonesia.pdf/241

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mendapat izin dari Djepang. Maksudnja ialah untuk memperdjuangkan nasib para pegawai wanita. Suatu tudjuan jang progresip diketika itu. Dan setelah Proklamasi, organisasi tersebut dilan djutkan.
 Kedua organisasi jang belakangan tadi, P.P.I. dan P.P.P.I., mengambil tugas jang sama dengan Perwani. Sebab jang urgent dikerdjakan untuk saat tersebut, memang jang demikian itulah. Dan karena P.P.I. dan P.P.P.I. ini anggautanja para pemudi, maka kedua organisasi tersebut mendapat status sebagai bagian bawah dari Perwani, jang anggauta.anggautanja banjak para wanita dan ibu-ibu. Pun kedua organisasi tadi, mengakui adanja pimpinan dari Perwani.
C. Semua melalui prosesnja.
 Perdjuangan Republik Indonesia dengan rakjatnja madju terus. Dengan sendirinja ia membawa prosesnja, perkembangan-perkembangannja dengan segala konsekwensi-konsekwensinja. Konsekwensi daripada masjarakat jang sedang dinamis bergolak. Tidak sadja ia mengenai perdjuangan Republik Indonesia sebagai negara baru, jang semakin hari semakin njata bentuk-tjoraknja.
 Tetapi pun organisasi-organisasi rakjat, mengikuti proses-perkembangan tersebut. Ia berdjalan mentjari bentuk-bentuk dan isinja jang njata. Jang sesuai dengan pribaki, bahan, dan faktor faktor, jang berada dalam tubuh organisasi itu sendiri dan masjarakat jang menudju kepada susunan baru. Proses itu kita saksikan pada:
Perwani. Kemudian ia berfusi dengan organisasi organisasi di Daerah lainnja, seperti Wani (Wanita Negara) di Djakarta. Dalam kongresnja di Klaten tahun 1945 mendjadi Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia), dengan Ketua Pusatnja jang pertama Nj. Sri Mangunsarkoro. Selandjutnja proses Perwari ini terdjalin pula dengan Persatuan Perdjuangan, jang menjebabkan djatuhnja pimpinan Nj. Sri Mangunsarkoro dalam kongresnja darurat di Djokja tahun 1946, dan diganti oleh Nj. Surat dari Djawa Timur (Malang).
 P.P.I. (Persatuan Pemudi Indonesia), kemudian dalam prosesnja berubah mendjadi Pemuda Puteri Indonesia.
 P.P.P.I. (Persatuan Pegawai Puteri Indonesia), ini mempunjai proses jang pandjang dan djalin mendjalin.
 Kesadaran baru jang timbul ketika itu ialah pengertian, bahwa istilah „pegawai/pekerdja”, itu identiek dengan istilah „buruh”. Sebab sama-sama tenaga jang menerima upah, hanja ada perbedaan funksinja dalam negara. Pengertian ini achirnja menimbulkan pikiran bahwa : organisasi sematjam P.P.P.I. semestinja, menghubungkan diri dengan organisasi jang setjorak, ialah organisasi buruh. Dirasa aneh bahwa suatu organisasi jang bertjorak „buruh", mendjadi bagian-bawah daripada suatu organisasi wanita jang bertjorak „umum". Dan organisasi buruh jang waktu itu ada ialah B.B.I. (Barisan Buruh Indonesia) jang berpusat di Ke diri, dan dipimpin oleh saudara Sjamsu Harya Udaya.
 Maka oleh P.P.P.I. diadakanlah hubungandengan B.B.I. Dan terdapatlah ketjotjokan sehing-

ga P.P.P.İ. diakui sebagai bagian dari B.B.I. sedang nama P.P.P.I. lalu dirubah mendjadi B.B.W. (Barisan Buruh Wanita). B.B.W. mengalami perkembangannja jang tjepat. Dalam waktu jang singkat sadja, ia telah mempunjai 17 tjabang di seluruh Djawa. Lalu terpikirlah untuk mengada kan kongres, guna menetapkan Pusat Pimpinan. Sebab selama itu antara satu dengan lainnja tjabang belum ada hubungan organisatoris, namun telah terasakan adanja hubungan „idiologies", meskipun belum begitu konkrit. Dan semakin dirasa pentingnja segera diadakan kongres itu ialah, adanja salah-faham dari pihak sementara tokoh tokoh buruh laki-laki, jang menganggap berdirinja B.B.W. itu sebagai sikap memetjah-belah" perdjuangan buruh. Sektarisme.
 Tetapi kesalah-fahaman itu segera lenjap, setelah terdjadinja kongres tersebut. Karena dalam kongres itu ditentukan pula tentang status B.B.W. dalam lingkungan perdjuangan buruh seluruhnja. Kongres itu dilangsungkan di Kediri pada tahun 1946, dan dipimpin oleh Nj. Sutiah Surjohadi. Dalam kongres B.B.W. itu ada 3 orang tokoh pergerakan jang memberikan perasarannja ialah: Nj. S.K. Trimury, Nj. Mr. Maria Ullfah Santoso, dan Sdr. Sjamsu Harya Udaya Ketua Pusat B.B.I./P.B.I. (Barisan Buruh Indonesia/Partai Buruh Indonesia) . Prasaran dari Nj. Mr. Maria Ullfah Santoso dibatjakan tatkala itu oleh Nn. Setiati (sekarang Nj. Setiati Surastro), sebab sdr. Nj. Mr. Maria Ullfah sendiri tidak menghadliri kongres tersebut.
 Dari ketiga matjam prasaran itu, didapatlah bahan-bahan untuk mengolah kelangsungan dari B.B.W. Dan dalam kongres jang 3 hari lamanja itu, didapatlah ketentuan mengenai kedudukan B.B.W. dalam lingkungan perdjuangan buruh. Ialah sebagai lapangan untuk mendidik kader-kader buruh wanita" dan merupakan nicht/zusterorganisasi dari B.B.I./P.B.I. (Partai Buruh Indonesia). Ia mendjadi suatu ,,politieke kweekbed" bagi kader-kader buruh wanita.
 Dan konsekwensi daripada ketentuan tersebut ialah: tokoh-tokoh dalam B.B.W. semula, tenaga tenaga potensinja, ditarik duduk dalam pusat B.B.I./P.B.I., sebagai wakil dari B.B.W. Adapun mereka itu ialah : Nj. S. K. Trimurty, Nj. Sutiah Surjohadi, Nj. Siti Kalimah, Nj. Umi Sardjono, Nj. Suwarti (waktu itu masih nona), dan penulis ini sendiri.

Ada di K.N.I. Pusat di Djakarta, aliran buruh ini diwakili oleh ketika itu Nn. Susilowati (sekarang Nj. Susilowati Riekerk).

Kesimpulan.

 Proses organisasi jang semula ketjil seperti P.P.P.I. itu tidak hanja berhenti mendjadi B.B.W. sadja, jang mendjadi zuster/nichtorganisasi dari

B.B.I./P.B.I . Dan djusteru kedudukannja sebagai bagian-bawah daripada suatu gerakan dan partai politik itu, ia menemui prosesnja jang terus menerus dan djalin-berdjalin. Sedjalan dengan proses-perkembangan dari gerakan /partai jang mendjadi induk-organisasinja ialah B.B.I./P.B.I. tadi. Demikian misalnja perubahan B.B.I. men-

225