— 86 —
poen berkaoem pada radja ijang djatoh, sedang marika itoe hormati matahari ijang naik, dan ija-orang dapat kakajaän, sedang kita-orang poenja harta-banda mendjadi habis. Ija-orang haroes dapat taoe, bahoewa kita poenja Radja ada dengen sasoenggoehnja pantas bernama Lodewijk ijang tertjinta, sedang marika poenja djoengdjoengan boekan lain adanja, hanja Napoleon ijang haroes dikoetoeki! Boekantah begitoe, Villefort“
„Apa, Njonja Markies? . . . . . Brilah ma-af padakoe: saja soedah tiada dengar betoel bitjaramoe, kerna lagi mengomong sama nona anakmoe ini.“
„Och, biarkenlah anak-anak itoe, Njonja!“ kata toewan Markies pada istrinja sendiri: „ija-orang poen maoe berangkat djadi penganten, maka tentoelah ija-orang misti omongken perkara ijang lain dari hal negri.“
„Saja minta maäf, iboekoe!“ kata satoe nona moeda dan eilok: „sekaranglah boleh kaoe bitjara sama toewan Ville-fort, ijang saja soedah adjak mengomong, hingga ija tida dengar omonganmoe. Toewan Villefort, iboekoe hendak bitjara pada kaoe.“
„Saja sadia aken denger kaloe Njonja hendak oelang pertanjaännja ijang saja soedah tida dengar betoel,“ kata Villefort.
„Kaoe soedah dapat maäfkoe, René!“ kata njonja Markies dengen tersenjoem pada anak sendiri ijang amat tertjinta: „Akoe telah berkata, Villefort! bahoewa orang-orang Bonapartisch tida ada ampoenja kasetiaän, sebegimana ijang ada pada kita orang.“
„Aken tetapi, Njonja!“ sahoet Villefort: „maski tida bersetia, ija-orang ada bertachajoel. Sebegimana nabi Mohamad