-60-
korek sama goloknja dengen gampang sadja lantas terboeka, hingga itoe orang djadi sangai terkedjoet.
„He, ini djendela tida dikoentjiken," kata ia dalem hati; „apa barangkali lebih doeloe soeda ada orang jang masoek?"
la tjoba mengintip ka dalem, dengen lantas ia menampak ada satoe orang jang pakeannja serba itam dengen golok terlandjang di tangan. Bermoela ia kirain kawannja sendiri jang telah masoek lebih doeloe dari ianja, tapi dengen lantas ia taoe bahoea doegahannja kliroe, sebab itoe orang memake kedok belang itam poetih, dan djoega di kapalanja ada beriap riap ramboet palsoe.
„He, apa lagi laen orang dari satoe golongan jang menjatronin ka sini?" begitoe ia berkata pada dirinja sendiri. „Baeklah akoe liat apa jang ia lakoeken di sini. Sebab akoe rasa ini kamar tentoeada kamar tidoernja Phoa Boe Liang . . . . "
Djoestroe ia lagi berpikir begitoe, mendadak kadengeran itoe orang di dalem kamar bersoewara: „He, Phoa Boe Liang, lekas bangoen, tapi djangan tjoba bertreak, kaloe kaoe masi ingin tinggal idoep."
Ini soewara kadengerannja keras dan besar, hingga itoe tetamoe malem jang mengintip dari loewar lantas mendoega kaloe itoe soewara boekan soewaranja itoe orang jang sawadjarnja, hanja di robah soepaja tida kakenalan.
„Kaoe..... kaoe mamaoe apa, malem boeta masoek ka dalem orang poenja kamar?" kadengeran satoe soewara laen berkata dengen bergoemeteran, jang menjataken itoe orang poenja pengrasahan katakoetan, tapi sabisanja maoe tabaken djoega hatinja.
„Djangan bitjara terlaloe keras," kata lagi itoe tetamoe malem, „kaloe sadja kaoe masi sajang kaoe