-50-
„Djangan koewatir, soedara," kata itoe tjongtok dengen paras moeka jang keren, „akoe nanti toeloeng sampe Tjoe Boen bisa terbebas dari hoekoeman, atawa sedikitnja mendapat sadja hoekoeman jang sangat enteng."
Sasoedanja membilang banjak trima kasi, Phoa Boe Liang berlaloe dari kantoornja tjonglok dengen hati jang lebih lega. Tan Kian Wie sabetoeinja ada satoe orang jang bertabeat adil dan hatinja baek, tapi pada Phoa Boe Liang ia ada mempoenjai persobatan jang sangat dalem, hingga ia tida bisa menoelak iapoenja petmintahan. Pada kira-kira tigapoeloeh taon berselang, Tan Kian Wie ada saorang sekolahan jang sangat miskin tapi pintar. Oleh kerna kamiskinannja ia sampe tida mempoenjai oewang boewat membeli boekoe dan perabot toelis. Sedang Phoa Boe Liang ada iapoenja salasatoe temen sekola dan anaknja satoe hartawan besar, tapi biar poen ia ada satoe anaknja hartawan, toch ia soeka sekali tjampoer gaoel sama Tan Kian Wie jang miskin dan pintar, boekan djarang ia bantoe Kian Wie poenja ongkos boewat membeli boekoe dan perabot toelis, malah sering djoega Boe Liang membantoe ongkos roemah tangganja Kian Wie, jang itoe waktoe tjoema mempoenjai satoe iboe jang soeda djanda, mengandel penghidoepan dari mendjait dan menjoelam.
Blakangan pada vvaktoe di kota radja dibikin examen besar, Phoa Boe Liang andjoerin soepsja Tan Kian Wie toeroet ianja bikin examen, dan koetika sang sobat kasi taoe bahoewa ia sama sekali tida mempoenjai oewang boewat ongkos dan membeli pakean jang perloe, Phoa Boe Liang lantas kasiken doewa ratoes tail perak padanja, hingga boekan sadja