dan agama Islam itu, sebab pada diri Prabu Brawijaya sebenarnya sudah "islam". Sang Prabu Brawijaya telah mengenal apa hakekat menyembah Tuhan Yang Mahaesa tadi, baginya tak akan ada kesulitan untuk menempuhnya. Sebab beliau adaiah seorang yang bijaksana berbudi luhur, tahu apa yang dinamakan hakekat hukum "sangkan paran" (manusia berasal dari Tuhan kembali pula akhirnya ke Tuhan Yang Mahakuasa).
Adapun selanjutnya sang permaisuri Ratu Dwarawati bermukim pada cucunya ialah Jeng Susuhunan Benang atau disebut juga Prabu Anyakrakusuma, tak ketinggalan Raden Kebokanigara dan Raden Kebokenanga turut serta mengikutinya eyangda Ratu Dwarawati. Banyak pula cucu-cucu dari permaisuri Ratu Dwarawati yang turut di Benang, sebab sesungguhnya mereka sangat menghormati kepada Ratu Dwarawati, apalagi Jeng Susuhunan Benang Anyakrakusuma.
Raden Kebokenanga dan adiknya Raden Kebokanigara masih saudara sepupu dengan Jeng Susuhunan Benang (Bonang) Anyakrakusuma, rajaputra Pengging kedua-duanya mereka yang lebih tua dari pada Jeng Susuhunan Benang. Tidak mustahil tali persaudaraan antara Prabu Anyakrakusuma dan Raden Kebokanigara dan Raden Kebokenanga sangat akrabnya. Kecuali itu Adipati Mandura Lembupeteng pun bermukim di Benang, bersama-sama dengan saudara-saudaranya menuntut agama Islam sarengat Nabi. Selama di Benang Adipati Mandura sangat kasihnya kepada kedua kemenakannya Raden Kebokenanga dan Raden Kebokanigara, apalagi dengan Jeng Sunan Benang. Adapun Prabu Anyakrakusuma masih keponakan dengan Adipati Mandura Lembupeteng, menantu Arya Baribin di Madura.
Pesan Prabu Brawijaya kepada Ratu Dwarawati, bahwasanya sepeninggal raja, hendaknya kerukunan tetap dibina antara trah Majapahit. Tidak mustahil antara keturunan-keturunan Majapahit terjalin keakraban yang mendalam sekali, terbukti Kangjeng Sinuhun di Giri, Kangjeng Sinuhun di Derajad, Susuhunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan kangjeng Sunan Gunungjati sangat kasih dan sayangnya kepada raja putra Majapahit
60