hatinja waktoe menjaksikan roemah itoe soedah ditempati oleh orang lain. Waktoe ia masoek seorang lelaki doedoek di balé-balé menanja dengan ketoes :
„Maoe apa?”
„Saja tjari bibi Ikah”.
„Saja tidak tahoe”.
„Doeloe tinggal disini”.
„Saja tidak tahoe”.
„Djikalau begitoe permisi sadja”, kata Amir dengan meninggalkan itoe tempat. Ia berdjalan pelan-pelan tiada tahoe kemana ia haroes pergi.
Sepandjang djalan ia melihat kiri dan kanan barangkali sadja bisa dapatkan bibi Ikah atau Tati. Sepandjang kali Molenvliet ia melihat barangkali Tati kebetoelan menjoetji, tetapi sia-sia. Dengan peroet kelaparan dan badan tjapai dari djembatan Molenvliet -- Gang Ketapang ia menoedjoe ke Wétan dan sampai didepan hotel dimana bahagian depan ada di djoeal koewéh poetoe. Asap dari koewéh terseboet ditioep angin masoek kedalam lobang hidoeng Amir. Kepingin sekali ia pada itoe koewéh, tetapi oeang ia tidak poenja.
Di roemah besar djalanan Berenrechtslaan Tati soedah berpakian setjara gadis Europa minta idjin pada ajah poengoetnja boeat membeli benang dan wol di Pasar Baroe.
„Baik !”, kata Abdul Sidik, „asal sadja sepoelangnja kau bawa koewéh jang empoek-empoek boeat bapak. Tetapi djangan jang mahal-mahal”.
„Apakah bapak ini hari soeka koewéh poetoe?”
„Ja, itoe dia. Djangan beli banjak-banjak”.
57