Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/64

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

„Hai juga Na,“ jawab nya.

„Sendirian aja Kak?“

"Iya neh Na.“

„Mau ditemanin nggak tu Kak?“

„Boleh kalau Nana mau.“

„Tentunya Nana mau donk kak, buat kakak apa sih yang nggak.“

"Bisa aja kamu, ayo duduk sini di samping kakak!“

Akhirnya aku menemani kakakku yang sedang kesepian itu. Sepertinya kakakku ini sedang cemas, entah apa yang ada di pikirannya. Mungkin ia sedang membayangkan calon suaminya yang sedang berusaha keras untuk mengucapkan ijab kabul di depan papaku, penghulu, dan yang lainnya. Aku sudah berusaha untuk menghiburnya agar ia tidak terlalu cemas. Tetapi walaupun begitu, senyumannya masih belum terlihat. Karena ia yang tak kunjung senyum, terpaksa aku diam saja duduk di sampingnya. Mungkin karena kakakku yang terlalu cemas jadi aku juga ikutan cemas. Aku juga bingung kenapa aku juga ikut-ikutan cemas. Di sini aku bisa melihat akan kesakralannya pernikahan. Akhirnya ijab kabul selesai diucapkan oleh mempelai laki-laki. Hatiku sekarang sudah mulai lega seperti perasaan kakakku yang juga telah lega. Setelah itu kakak diperbolehkan keluar dari kamarnya dan segera dinasehati oleh penghulu dan papaku. Kemudian kami berfoto-foto dengan sanak famili yang hadir. Kami hanya tinggal mempersiapkan hari esok untuk pestanya.

Esok harinya aku terbangun dari tidur yang pulas. Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi dan segera mempersiapkan diri. Menjelang para undangan datang, kulihat mempelai laki-laki dan mempelai wanita sedang berdandan. Setelah berdandan mempelai wanita disandingkan di pelaminan tentunya dengan mempelai laki-laki. Hari telah mulai siang, para tamu undangan juga sudah mulai berdatangan.

Tanpa dirasakan, ternyata hari sudah menunjukkan pukul dua siang, para tamu undangan juga semakin banyak.

52