Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/43

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mulut, menyampaikan pendapatnya.

“Saya rasa tingkat keberhasilan rencana ini cukup besar. Tentu saja hal ini tidak mudah. Menurut kabar angin mereka akan berhenti menebang untuk sesaat karena alat-alat mereka rusak. Mereka sedang menunggu barang baru.”

Mendengar ini, semua menjadi yakin. Ternyata yang mereka ragukan adalah waktu yang dibutuhkan. Jika memang para penebang tidak menebang untuk sesaat, maka hutan yang dilindungi pun cukup banyak. Akhirnya semua setuju dengan rencana ini. Setelah beberapa lama, akhirnya pertemuan selesai dan semua kembali ke rumah masing-masing.

“Terima kasih, Nak. Dengan ini hutan kita kembali ada harapan,” kata Ayah sambil menepuk pundak Randhi.

“Sekarang kamu istirahat ya. Pasti kamu sangat lelah sekarang,” bujuk ibu.

“Maaf, Bu. Sekarang aku mau mengecek tanah yang tandus itu. Setelah itu baru istirahat. Maaf ya, Bu,” kata Randhi. la berlari sambil menyandang tas kamera yang entah sejak kapan ada di pundaknya itu. Orang tua mereka hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan putra semata wayang mereka.

Randhi berkeliling di tanah tandus itu. Ia tak menyangka akan separah ini. Dia menggeleng-geleng kepalanya, bersyukur bahwa ada hal yang bisa ia lakukan. Tiba-tiba matanya menangkap sosok seorang gadis. Rambutnya panjang sebahu dibiarkan tergerai. Mata hitamnya yang indah memancarkan kesedihan yang mendalam. Mata itu menatap tanah yang ada di hadapannya. Coklat tandus. Tanpa disadari, Randhi mengabadikan momen itu. Hasilnya bagus. Fokus pada mata sedih si gadis dan tanah tandus yang ditatapnya.

“Diah...” panggil Randhi dengan suara kecil. Tetapi hal itu cukup untuk mengagetkan si gadis.

“Randhi.” Senyum gembira menghiasi wajahnya.

31