Halaman:Antologi Cerita Rakyat Sumatra Barat Kisah Tiga Saudara.pdf/19

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Mereka meninggalkan daging binatang untuk bekal. Daging dibuat dendeng, agar tahan lama.

Bonsu sempat kagum. Kedua dubalang begitu cekatan.Tangan-tangan mereka dengan cepat memotong-motong daging. Tak lama, setumpuk irisan tipis daging saling berhimpitan. Tingginya sampai sejengkal. Amat rapi.

Rondok dan Murai diajarkan cara memasak. Mudah dan cepat. Tabur garam dan lada saat dibakar. Hasilnya? Hmmm.

Lalu, membuat sup. Bahan-bahan disediakan alam. Tinggal petik.

Hari berikutnya, mereka diajarkan hidup di hutan, termasuk mencari sumber mata air. Ada sungai, diajarkan menombak ikan. Ada kulit kayu, jadi alas tidur. Semuanya diajarkan. Apa yang bisa diajarkan.

Hari ketiga, kedua duba'ang pamit. Hari sudah senja.

“Hiduplah rukun. Saling menjaga. Sekarang kalian hanya mengandalkan sesama,” nasehat Dubalang Pertama.

Ketiganya mengangguk.

“Maaf, kami tak bisa tinggal lebih tama. Nanti Rajo Angek curiga,” tambah Dubalang Kedua.

Kedua dubalang memeluk mereka bergantian. Matahari menghilang. Dua dubalang juga hilang dari pandangan.

CAHAYA DI UJUNG BARISAN

Bunyi api membakar kayu, membelah malam. Ketiganya memangku lutut. Mata memandang api. Ketiganya merasa sendirian. Kesedihan memancar dari mata mereka.

Tanpa bicara, ketiganya mengambil kulit kayu. Lalu, merebahkan diri. Karena kelelahan, mereka tertidur.

Namun, suasana hutan beda dengan kamar tidur mereka. Sebentar-sebentar mereka terbangun.

Rondok sampai terduduk. Ia seperti mendengar suara ibu.

10