Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/33

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
Pertulisan Anumoda Sang Sirikan Pu Suryya, Plaosan (Surakarta)

Dalam penafsiran kami sering mendapatkan bahwa dalam beberapa bagian yang tertentu kami sama sekali tidak dapat melihat ujung pangkalnya. Dalam hal yang telah betul pembacaannya, maka kami kembali lagi demikian kami harus menimbang, apakah bagian-bagian itu ke batu (maupun cetakan atau foto) dan memeriksa samanya satu sama lain, sehingga akhirnya kami mendapatkan pembacaan yang betul.

Penafsiran, sebagai hasil terakhir dari penyelidikan prasasti-prasasti Jawa kuno sering tidak memuaskan. Dalam tingkat penyelidikan sekarang banyak yang tetap tidak diketahui, lebih-lebih pada batu-batu yang rusak atau usang, dan masih banyak lagi yang kami harus menetapkan, bahwa artinya mungkin "demikian", tetapi mungkin juga lain sama sekali. Ahli epigrafi untuk sementara harus memuaskan diri sampai sekian, dalam kepercayaan bahwa penemuan-penemuan baru dalam penyelidikan lebih lanjut akan membawa penerangan dalam hal yang kini masih gelap.

Babak pekerjaan ketiga dan yang terakhir ialah pengumuman hasil-hasil penyelidikan. Meskipun kami sendiri jauh tidak puas dengan hasil itu, tetapi kami pada sesuatu waktu harus juga memikirkan untuk mengumumkan tulisan-tulisan dan tafsiran-tafsiran. Dengan itu kami memberi kesempatan kepada orang lain untuk memeriksa hasil-hasil dengan kritis dan membantu dalam usaha untuk mencapai penafsiran dari banyak bagian-bagian yang ragu-ragu. Pada saat itu baru dimulainya perdebatan tentang bagian-bagian yang sulit. Dalam pada itu kami tidak boleh lupa, bahwa dalam masa, dalam mana hanya sedikit terdapat bahan keterangan, pengertian kami tentang jalannya sejarah dapat bergantung kepada pembacaan dan penafsiran yang tepat dari beberapa bagian dalam pertulisan.

Kepentingan pertulisan di Indonesia tidak hanya terletak dalam nilainya untuk penyusunan kembali sejarah politik di Indonesia. Bahan keterangan ini tidak kalah pentingnya untuk sejarah kebudayaan. Kebanyakan adalah prasasti-prasasti dalam mana sawah dan lain-lain tanah dijadikan daerah perdikan pada pelbagai yayasan. Candi-candi biara dan yayasan lainnya sebagian besar dipelihara oleh desa-desa yang untuk itu dibebaskan dari kewajiban-kewajiban yang lain, sebagai pajak dan pekerjaan umum. Kebanyakan pertulisan itu merincikan dengan teliti kedudukan hukum desa dan dengan itu merupakan dokumen-dokumen yang penting dalam hal hukum adat dari mana kami dapat menarik kesimpulan mengenai perhubungan keraton dan punggawa-punggawanya dengan penduduk desa. Jadi prasasti-prasasti itu memberikan kepada kami beberapa

27