rumah kamu dahulu, ada pembicaraan nan rumit, kata mandehnya si Rombok, mendengar kata demikian, tersirap darah di dada, berjalan sekali ke rumah, karena takut dengan mandenya, Minah tidak membantah, kata mandehnya tidak disahuti, tidak terlihat muka mandeh, takut melawan mande, elok buruk dituruti, pantang ia menjawab, mande tensinya tinggi, kalau bertemu dengan nan buruk, ditahan dada menahan hati, mandeh tamak dengan harta, menggaruk untung dekat ke dada, membagi besar ke kita, asal si Rombok boleh, biarlah diumpat dicerca, perempuan tiada bermalu, tamak dan rakus, setelah itu berkata, mandeh kepada si Minah, saya ke rumah guru Dunia, meminta dia jadi minantu, junjungan anak kandung, ia bukan guru sembarang, guru kapalo mengaji, sesuai janji nan dibuat, runding nan diukur, tiga hari bulan di muka, kirakira lima belas hari, hari Jumat kita ke surau, pada hari itu ia pulang, mendengar perkataan mandeh kandung, menangis si Aminah, merah mata menahan tangis, ia tahu dengan guru itu, orang tua banyak istri, tiap kampung ia beristri, anak banyak berserakan, kalau dihitung istrinya, lebih dari tiga puluh, cerai di sini nikah di situ, angku guru rembang mata, hati tinggi melangit, orang disangka budak orang, oleh Aminah kata mandeh, tidak dijawab berjalan ke kamar, menangis menahan hati, mengenai guru Dunia, ia lebih tua dari bapaknya.
Sawahlunto berpagar kawat
Kawat sampai kedurian;
Kita muda bersuami gahat
harap murah pencarian.
Ke lurah ke Teruka
Mencari damar untuk minyak;
Karena ulah amai celaka
siMinah bersuami banyak.
Habis hari berganti hari, habis pekan berganti pekan, tiba dijanji nan diikrarkan, tiba harinya ramai orang di rumah, ada
55