likan terhadap diri 5 orang opsir TNI, jaitu Major Esmara Sugeng, Kapten Sutarto, Kapten Sapardi, Kapten Suradi dan Letnan Muljono”. (Idem)
Dalam pertengahan September 1948 terdjadi insiden di Madiun dikalangan tentara, antara golongan jang menjetudjui politik reaksioner dan provokatif dari pemerintah ketika itu dengan golongan jang tetap setia pada revolusi. Kedjadian ini disebul oleh pemerintah Hatta dengan mengatakan, bahwa di Madiun terdjadi „perebutan keukasaan” oleh kaum Komunis dan bahwa kaum Komunis „mendirikan negara Sovjet”. Dengan alasan dusta ini pemerintah menjerukan kepada semua aparatnja untuk mengedjar, menangkap dan membunuh anggota² serta pengikut² PKI. Dengan ini mengamuklah teror putih jang kedua, duplikat dari teror putih pemerintah kolonial Belanda tahun 1926-1927. Tetapi jang kedua ini lebih kedjam dan lebih ganas dari jang pertama. Djuga anggota² Masjumi dimobilisasi untuk mengedjar, menangkap dan membunuh Komunis. Dalam keadaan demikian tidak ada djalan lagi bagi kaum Komunis ketjuali mengangkat sendjata dan membela diri dengan sekuat tenaga terhadap teror putih jang sedang mengamuk.
Teror putih Hatta jang terkenal dengan nama Provokasi Madiun adalah persiapan untuk meratakan djalan bagi datangnja agresi Belanda jang baru pada achir Desember 1948.
Kedua tragedi nasional ini merupakan lembaranhitam sedjarah kemerdekaan Indonesia, jang merupakan persiapan, untuk melumpuhkan kekuatan revolusioner dan memudahkan Indonesia berkapitulasi terhadap imperialisme Belanda.
Pada saat PKI dan kekuatan² revolusioner lainnja masih dalam suasana pengedjaran, penangkapan dan pembunuhan oleh pemerintah Hatta dan sebagian lagi masih disekap dalam konsentrasi kamp dan dalam pendjara, maka berkobarlah perang kolonial jang kedua.
57