Halaman:20 Mei Pelopor 17 Agustus - Museum Dewantara Kirti Griya.pdf/7

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

sional dan menudju ke-arah kemuliaan bangsa; ditjiptakan oleh pemuda, dioper oleh kaum-tua, lalu diselenggarakan bersama.

Kongres para pemimpin, jang diadakan di Jogjakarta pada bulan-liburan Puasa tahun 1908, jang waktu itu disebut „Eerste Jong-Javanen-congres”, sangat menarik perhatian umum. Bersuanja kaum tua dan kaum muda menimbulkan banjak pertentangan faham, sikap dan laku. Para pemuda dapat bantuan penuh dari beberapa kaum „setengah-tua” (diantaranja: marhum dr. Tjipto Mangunkusumo, Sutopo Wonobojo, Sumarsono alias „Ki Tjokrodirdjo” dll. jang tidak kalah berkobar-kobarnja semangat dengan para pemuda). Hasil dari pada pertentangan antara golongan „revolusioner nasionalis” dengan kaum „conservatif” ialah terbentukhja pengurus besar pertama jang bertjorak „coalisi”, sedangkan Budi-Utomo — buat seterusnja — tetap bersifat „cultureel-nasional” dengan penuh „politieke tendenzen”. Berhubung dengan hebatnja pertentangan antara tua dan muda, maka marhum dr. Wahidin (saat itu beliau menangis) menolak, ketika dipilih mendjadi ketua. „Saja akan bekerdja, tidak sanggup memimpin”, kata beliau. Tetapi kemudian beliau toh menerima kedudukan wakil-ketua; jang mendjadi pemimpin pertama ialah marhum bupati Karanganjar Tirtokusumo. (Baik disini diperingati adanya opposisi jang sangat hebat pada Kongres jang ke-2, tahun 1909, di Jogjakarta djuga, jang menuntut turunnja Pengurus Besar; dari kaum-tua hanja dr.Wahidin jang dipertahankan oleh sajap-muda; sebagai ketua baru, dipilih marhum Pangeran Notodirjo dari Pakualaman, jang sudah lama bersama-sama dengan dr. Wahidin melakukan per-

8