Halaman:20 Mei Pelopor 17 Agustus - Museum Dewantara Kirti Griya.pdf/5

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

da-pemuda kita di Djakarta itu mentjari hubungan dengan pemimpin-pemimpin tua, dan sanggup menjerahkan pimpinan dan organisasinja kepada golongan tua, maka B.U., jang waktu itu menamakan dirinja dengan sebutan „Badan-sementara” (provisorisch lichaam), tidak bersifat „Jeugdvereeniging’” atau perhimpunan pemuda, tetapi terus tumbuh sebagai badan perhimpunan nasional umum.

Sifat B.U. jang „sementara” itu sungguh-sungguh „nasionalistis” dan „revolusioner” dan ini dapat dimengerti, bila kita mengingati tingkatan ketjerdasan para maha-siswa kita di S.t.o.v.i.a., jang waktu itu merupakan perguruan bagi bangsa kita jang paling tinggi.

Pada djaman itu sebenarnja dipelbagai kalangan diseluruh Djawa dan Madura sudah nampak tanda-tanda kebangunan nasional; teristimewa di Jogjakarta dan Surakarta. Misalnja di Jogja ada suatu gerombolan orang-orang terkemuka, jang sibuk berusaha menjiapkan berdirinja „Studiefonds”; diantaranja jang patut disebut jaitu: marhum Pangeran Notodirodjo, marhum R. Dwi-djosewojo, marhum Mas Budiardjo, R. Sosrosugondo dan lain-lain; pusat dari gerombolan itu bukan lain ialah M. Ng. Sudirohusodo alias Dokter Wahidin. Untuk mempropagandakan berdirinja Studiefonds tadi, pada tahun 1906 dr. Wahidin mengelilingi seluruh Djawa, guna menarik perhatian para bupati dan orang-orang terkemuka. Inilah sebabnja ada hubungan antara beliau dengan Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo c.s. Dr. Wahidin sanggup „mengoper” gerakan nasional jang dimulaikan para pemuda tadi, dan begitulah B.U. menjadi perhimpunan besar dan umum, berdasar na-

6