Halaman:20 Mei Pelopor 17 Agustus - Museum Dewantara Kirti Griya.pdf/35

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Dengan singkat telah kita tuliskan diatas, bahwa ia pernah mendjadi guru-bantu pada sekolah Dokter-Djawa di Djakarta. Kemudian setelah ia berkedudukan di Jogjakarta, seakan-akan seluruh penghargaan dan kepertjajaan penduduk ditumpahkan kepadanja, karena orang menjaksikan sendiri, bahwa Dr. Wahidin menganggap pekerdjaan tabib itu sebagai panggilannja. Terutama terkenal sekali ketjakapannja, dan jang lebih penting lagi dikalangan Djawa, sikapnja tiada bertjela. Djika orang-orang kaja memandang dia sebagai seorang tabib, jang dapat menjembuhkan segala penjakit, maka bagi si miskin ialah seorang jang besar kasih sajangnja serta ta’ pernah menghitung diri. Tidak sedikit djasanja dalam hal memadjukan tjara pengobatan modern dikalangan penduduk jang paling kolot. Kalau dalam mengedjar kesehatan biasanja harus ada paksaan dari atas, maka dengan sangat mudahnja Dr. Wahidin senantiasa berhasil mejakinkan penduduk untuk melakukan hal-hal, jang berhubungan dengan kesehatan.

Sebuah tjontoh daripada daja pengaruhnja kita saksikan dibawah ini. Seorang puteri bangsawan kolot, jang mendapat gangguan penjakit kepala pening dan ta’ berhasil menolaknja dengan obat-obatan buatan sendiri, memanggil Sudirohusodo, tabib jang tersohor itu. Dr. Wahidin pun datang. Resep ditulisnja dan ia berpesan: „Minumlah dari obat itu, tiap hari tiga kali sesendok teh”. Setelah Dr. Wahidin pergi, puteri tersebut memasukkan kertas berisikan tulisan jang ta’ dapat difahamkannja tadi, kedalam mangkuk putih berisikan air. Kemudian air jang pada pendapatnja telah disutjikan itu diminumnja, tiap hari tiga kali sesen-

36