trasi, dan taklama dari mulutnja meluntjurlah kalimat² dari ajat² Kita Sutji. Para teetju serentak ikut pula duduk bersemedi dan mengikuti pembatjaan ajat² Kitab Sutji dari Sang Sing Djin. . . . .
Suara itu bergema sampai tengah malam, bagaikan suara nafiri di lembah sunji, sajup² sampai djuga ketelinga Lo Tie Djim.
Tetapi bagi Lo Tie Djim jang tidak mengenal arti kata² hikmah dalam Kitab Sutji itu. baginja suara² Liamking ini malahan seperti njanjian sehingga tidak lema kemudian tertidurlah ia dengan pulas.
Pagi² sekali Lo Tie Djim telah bangun dari tidurnja karena dirasa parutnja amat sakit dan mulas.
Lo Tie Djim lontjat dari pembaringannja karena ingin sekali buang air besar. Tetapi malang bagi dia. Pintu² semua masih terkuntji dengan rapat, ia berdjalan kian kemari sambil menahan sakit
Achirnja karena tidak tertahan lagi, Lo Tie Djim lalu djongkok dibalik ruang ibadah itu, menutup pintunja dan berhadjat........
Lo Tie Djim setelah menguras isi perutnja merasa segar, kembali ia masuk kedalam kamarnja dan tidur lagi.
Pada pagi hari para teetju dari wihara itu pergi ke ruang ibadah, seperti hari² biasanja sebelum makan pagi, selalu dilakukan sembajang bersama
Kali ini djalannja persembahjangan agak katjau masing² mentjium bau ko oran manusia jang amat menusuk. Satu sama lain ber pandang²an dan achirnja beberapa jang tidak tahan terus lari keluar
Djustru diluar ruang ibadat inilah beberapa teetju itu melihat seonggokan kotoran manusia. Tjepat² mereka lari dan lapor kepada Tiangloo.
„Suhu, orang baru itu sungguh biadab, ia berak dibelakang ruang ibadah, sehingga kami pagi hari ini ti-
48