besar dengan penerangan jang sangat terang kami berdua menudju kegedung itu untuk menumpang bermalam. Pemilik gedung itu bernama Tio Wan Gwan, kami diterimanja dengan baik dan ramah . . . . . .
Dan lama kami tinggal digedung Tio Wan Gwan itu sebab aku djatuh sakit. . . . . .
Didalam keadaan sakit itulah segala beban makan kami se-hari² serta pengobatan², semuanja diberikan oleh io Wan Gwan itu.
Achirnja kami ajah dan anak berunding dan memutuskan untuk anakku mengabdi pada Tio Wan Gwan jah tidak ada djalan lain Tjiangkun, Tio Wan Gwan tidak mau menerima anakku sebagai budaknja, tetapi malahan diberi kehormatan, kini anakku mendjadi istri Tio Wan Gwan.“
Lo Tie Djim segera memberi Kiongtjhiu; „Terimalah hormatku untuk mengutjapkan selamat bahagia semoga kalian hidup berbahagia senantiasa, haha. . . ha ha ... ha ha ha. . . .“
Ong Kim dan anaknja berbareng menjahut, „Terima kasih, terima kasih, kesemuanja ini bisa terdjadi berkat pertolongan Tjiangkun.“
Lo Tie Djim tjepat mendjawab : „Bukan, bukan, aku hanjalah pelaksana, ketentuan dan hal² jang terdjadi pada diri manusia itu adalah kehendak Thie (Tuhan) Maka bersjukur dan bersembah sudjudlah kepada Thie.“
Ong Kim dan anaknja : „Siantjay, siantjay Tjiangkun kami harap sudilah kiranja Tjiangkun mengunjungi rumah kami. . . . . “
Lo Tie Djim; "Dimanakah kediamanmu ?"
Thing Hiang; "Tidak djauh dari kelenteng Buntju ini, bila djalan kaki kira² hanja 400 langkah kurang lebih."
Lo Tie Djim; "Baiklah aku besuk datang kerumah mu djangan lupa sediakan aku arak sebanjak²nja,"
Ong Kim; "Kami akan menjediakan satu gutji besar,
41