Lompat ke isi

Buku Praktis Bahasa Indonesia 1/Lain-lain

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Buku Praktis Bahasa Indonesia 1
Lain-lain

Sumber: Pusat Bahasa

Berbicara Melalui Telepon

[sunting]

Telepon merupakan sarana baru untuk berkomunikasi. Cara menelepon yang menyenangkan dan efisien berpengaruh terhadap tanggapan orang lain. Oleh karena itu, sikap ramah dan hormat dalam bertelpon perlu diperhatikan. Jika berbicara melalui telepon kita hendaknya menggunakan tutur kata dan nada suara yang sopan serta ramah sebagiamana halnya kita bertemu atau menerima tamu. Kita harus tulus dan mau mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicara kita. Berikut ini salah satu contoh peristiwa bertelepon.

  • Penelepon : "Halo, Utami ada?"
  • Penerima telepon : "Halo, darimana ini?"
  • Penelepon : "Dari temannya"
  • Penerima telepon : "Kalau saya boleh tahu, dari siapa?"
  • Penelepon : "Ya, dia bilang dari temannya. Dia sudah tahu."

Percakapan di atas kurang sopan karena si penelepon tidak mau menerangkan jati dirinya. Jika hendak menelepon seseorang, kita harus mengetahui nomor teleponnya karena kita berharap dapat berbicara dengan orang yang kita cari. Bila orang pada nomor yang kita putar sudah menyahut, kita langsung menyampaikan salam dan memperkenalkan diri dengna menyebut nama kita atau instansi ynag kita wakili. Kemudian, kita minta agar dapat berbicara dengan orang yang kita cari. Misalnya: Penelepon : "Selamat pagi. Di sini Utami, ingin berbicara dengan Tuti." atau Penelepon : "Selamat pagi. Mohon dihubungkan dengna pesawat 35." Jika menerima telepon, kita langsung menyebut nomor telepon kita atau instansi tempat kita bekerja. Pada saat kita menerima telepon, kita dapat mengatakannya, misalnya

  • "4896558, selamat siang!"
  • Pusat Bahasa, selamat siang!'
  • "Budi, selamat malam!"

Dengan cara seperti di atas, orang yang menelepon tahu tahu tentang adanya salah sambung atau tidak. Setelah kita menyebutkan jati diri kita, segera kita tanyakan siapa yang ingin diajak berbicara, nomor telepon, serta keperluannya. Pada saat mengajukan pertanyaan, hendaklah kita menggunakan cara yang baik. Misalnya Penerima telepon : "Bolehkah saya tahu, dengan siapa saya bicara?" Janganlah menggunakan pertanyaan sebagai berikut. "Ini siapa?" atau "Siapa Saudara?" Jika yang menelepon ingin berbicara dengan orang lain, kita jawab dengan sopan, seperti "Silakan menunggu sebentar." Jika yang menelepon salah sambung, kita jawab "Maaf, Anda salah sambung." Dalam pembicaraan telepon, bahasa kita harus jelas, singkat, dan juga lugas. Jika kata tertentu diucapkan kurang jelas, hendaklah kita meminta agar si penelepon mengeja kata itu. Jika si penelepon menghendaki informasi yang luas dan kita memerlukan waktu untuk mencari bahan informasi itu, sebaiknya kita tanyakan kepada si penelepon apakah ia bersedia menunggu sementara kita mencari bahan jawabannya. Jika diperlukan waktu yang lama dalam mencari bahan jawaban, kita sampaikan agar si penelapon menghubungi kembali. Akhirilah setiap pembicaraan melalui telepon dengan ramah dan tidak tergesa-gesa, antar lain sebagai berikut.

  • "Terima kasih atas informasi Anda, selamat siang."
  • "Terima kasih Pak Budi, selamat siang."

Beberapa Jenis Pertemuan

[sunting]
  • Rapat adalah pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas sesuatu. Rapat dinas adalah rapat yang diselenggarakan oleh lembaga atau instansi secara berkala untuk membahas masalah kedinasan atau jawatan. Rapat kerja adalah rapat yang diselenggarakan oleh instansi atau organisasi untuk membahas masalah dan menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan cara tertentu. Rapat anggota adalah rapat yang diikuti oleh anggota organisasi.
  • Rapat Umum adalah rapat berkala (tahunan, dwitahunan) yang dapat diikuti oleh semua anggota organisasi untuk membahas kepentingan umum demi lancarnya organisasi; rapat itu juga merupakan tempet pengurusnya memberikan pertanggung-jawaban.
  • Sidang adalah rapat atau dean,. Sidang umum adalah sidang yang bersifat terbuka, dapat diikuti oleh umum. Sidang terbatas adalah sidang yang hanya mengundang beberapa anggota dewan. Sidang pleno adalah sidang yang diikuti oleh semua bagian atau komisi dewan.
  • Musyawarah adalah rapat yang sifatnya mencari mufakat atau kata sepakat. Di sini lebih ditekankan unsur perundingan untuk menghasilkan putusan dengan suara bulat. Musyawarah nasional adalah musyawarah yang diselenggarkan organisasi dan ynag diikuti oleh wakil-wakilnya dari berbagai daerah kepengurusan. Musyawarah besar adalah musyawarah yang diikuti semua unsur organisasi.
  • Konferensi adalah pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi untuk berunding atau bertukar pendapat mengenai masalah yang dihadapi bersama.
  • Kongres adalah pertemuan yang diikuti para wakil organisasi atau golongan berbagai kelompok masyarakat dan yang diselenggarakan secara berkala untuk membahas dan mengambil putusan mengenai masalah yang menyangkut kepentingan bersama.
  • Muktamar adalah kata lain untuk konferensi; muktamar akbar sama dengan kongres.
  • Seminar adalah (1) pertemuan mahasiswa tingkat lanjut dengan bimbingan profesornya. Peserta seminar melaporkan perkembangan atau hasil studinya yang kemudian didiskusikan. Karena itu, seminar disebut juga kuliah kerja; (2) pertemuan sekelompok ahli atau peminat yang membahas masalah tertentu setelah pengajuan prasaran atau makalah.
  • Simposium adalah pertemuan yang membahas satu atau beberapa masalah yang berkaitan, yang diajukan oleh pengantar diskusi yang merupakan ahli di bidangnya.
  • Diskusi panel adalah pertemuan yang mendiskusikan suatu topik yang menjadi perhatian umum. Topik yang dibahas biasanya mengenai masalah politik atau sosial. Pembahasan topik dilakukan oleh beberapa ahli yang membentuk kelompok (panel) di hadapan hadirin atau melalui siaran radio/televisi.
  • Lokakarya adalah program pendidikan dan pelatihan yang padat dan singkat. Pemimpin lokakarya memberi tugas kepada peserta yang harus dikerjakan pada waktu itu juga.
  • Saresehan adalah pertemuan yang tidak bersifat formal. Kegiatan ini terikat tertib aturan pembicaraan yang ketat. Peserta bebas mengungkapkan pendapatnya mengenai masalah yang dihadapinya.

Bersikap Positif terhadap Bahasa Indonesia

[sunting]

Di dalam banyak kesempatan, terutama selama Bulan Bahasa, kita sering mendengar pernyataan tekad untuk menumbuhkan tekad positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Karena yang disebutkan sikap positif itu hal yang abstrak, perlu kiranya di sini dikemukakan perilaku konkret yang menggambarkan sikap positif itu.

Pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah dan dengan situasinya adalah salah satu sikap positif. Hal itu terjadi jika orang tidak asal jadi dalam berbahasa. Seandainya untuk keperluan resmi pun orang menganggap bahwa dalam berbahasa itu yang terpenting ialah asal kawan bicara dapat menangkap maksud pembicara, dapat diaktakan bahwa orang itu tidak bersika positif.

Orang yang melakukan kesalahan tidak dengan sendiriny berarti yang bersangkutan tidak bersikap positif. Sikap tidak positif terbentuk jika orang tahu atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melaakukan kesalahan, tetapi enggan berusaha memperbaikinya. Orang yang kurang terampil berbahasa dapat menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan, memperhati-kan saran, petunjuk, atau pendapat orang yang ahli; serta mengupayakan perbaikan pemakaian bahasanya. Jika itu dilakukan, orang akan tahu letak kesalahan pada kalimat berikut ini.

  1. Saya mengucapkan terima kasih di mana ibu-ibu telah sudi datang dalam pertemuan ini.
  2. Kredit itu telah menolong daripada kehidupan petani setempat.
  3. Sekolah adalah cara untuk memajukan kehidupan manusia.

Kalimat berikut ini dapat digunakan untuk mengganti ketiga kalimat di atas. 1a. Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan ibu-ibu datang dalam pertemuan ini. 1b. Saya mengucapkan terima kasih karena ibu-ibu sudi datang dalam pertemuan ini. 2. Kredit itu telah menolong kehidupan petani setempat. 3a. Sekolah adalah salah satu sarana untuk memajukan kehidupan manusia. 3b. Mendirikan sekolah adalah salah satu cara untuk memajukan kehidupan manusia. Jika orang hendak berbahasa secara baik, kadang-kadang tidak hanya tata kalimat yang harus diperhatikan, tetapi juga bentuk kata. Ada bentuk kata yang sebetulnya salah, tetapi terpakai secara luas. Jika upaya pembetulannya dapat dilakukan, orang yang bersikap mengutamakan kecermatan berbahasa tentu akan melakukan hal itu. Kata dilola, mengetrapkan, dan mengenyampingkan dibentuk secara salah. Bentuk yang benar adalah dikelola, menerapkan, dan mengesampingkan.

Upaya penambahaan kata "baru" – hasil pemunculan kata yang sudah lama tidak terpakai atau hasil ciptaan baru sama sekali – juga tidak perlu ditentang. Upaya seperti itu juga bermanfaat untuk menjadikan bahasa Indonesia mampu mengungkapkan berbagai konsep di bidang apa pun. Hasilnya mungkin tidak selalu relevan dengan kepentingan berbahasa orang seorang. Orang tidak diharuskan meneriama atau memakai kata baru jika kata itu tidak bermanfaat bagi kegiatannya sehari-hari. Akan tetapi, orang yang ingin terampil berbahasa dapat menerimanya dengan sikap yang kritis. Artinya, kata baru itu tidak digunakan sekedar menggunakan mode, tetapi dipakai secara efektif. Kata canggih, misalnya, begitu populer akhir-akhir iin sehingga apa saja yang indah dan menarik disebut canggih. Padahal kata itu seharusnya digunakan untuk mengungkapkan hal yang rumit, modern dan mencermin-kan hasil pemikiran yang cemerlang. Demikian halnya dengan kata antik yang berarti bersifat kuna atau berasal dari masa yang lama silam. Barang antik biasanya bersifat aneh dan menarik. Banyak orang yang menggunakan kata itu dengan tidak memperhatikan makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, muncullah ungkapan seperti Tingkah laku anak itu antik. Ternyata, yang dimaksudkan adalah tingkah laku yang aneh dan menarik. Hal seperti itu, jika terjadi pada pemakain bahas yang resmi, menunjukkan sikap berbahasa yang asal jadi.

Sikap positif juga dapat ditunjukkan lewat pemakain bahasa yang sesuai dengan keperluan. Dalam pergaulan sosial, kita mungkin menghadapi beragam keperluan pula. Pergaulan antarbangsa, misalnya, kadang-kadang menuntut pemakaian bahasa yang sesuai dengan kemampuan orang yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, bahasa yang lain atau bahasa asing kadang-kadang diperlukan untuk keperluan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa selain bahasa Indonesai untuk keperluan tertentu tidak perlu dipandang sebagai cerminan rasa kebangsaan yang rendah.

Persoalannya sekarang ialah bagaimana kita dapat memprioritaskan pemilihan bahasa yang sesuai dengan keperluan itu. Sering kita lihat bahwa keinginan untuk berkomunikasi dengan sebanyak-banyak orang – baik orang Indonesia maupun orang asing sekaligus – menempatkan bahasa Indonesia pada urutan kedua atau bahkan pada urutan yang dapat diabaikan sama sekali. Akibatnya, jika kita harus membuat pemberitahuan atau yang sejenisnya, bahasa asinglah yang dipakai. Masih lebih baik jika bahasa Indonesianya disajikan juga. Jika ternyata kita akan berhubungan dengan orang asing dan sekaligus dengan orang Indonesia, kita dapat menempatkan bahasa Indonesia terlebih dahulu; baru kemudian disajikan juga bahasa asingnya. Jika ternyata kita tidak dapat mengharapkan orang asing berurusan dengan kita – dengan kata lain, kita hanya berhadapan dengan orang Indonesia saja – apa salahnya jika kita hanya berbahasa Indonesia. Contohnya, sebuah balai rias atau yang dikenal dengan istilah salon di pinggiran kota yang amat jarang dilewati orang asing, tentulah tidak pada tempatnya memasang tulisan Bla Bla Salon For Ladies and Gents, serta tulisan open di pintunya. Demikian juga pada kemasan hasil produksi dalam negeri yang konsumennya sebagian besar dapat dipastikan orang asing. Jika itu dianggap perlu sebagai ungkapan keinginan kita untuk menghargai dan menyapa bangsa sendiri, gunakanlah bahasa Indonesia di samping bahasa asing itu.

Kecenderungan untuk menggunakan bahasa asing seperti di atas kadang-kadang juga didorong oleh keinginan bergagah-gagahan dan memberi kesan tahu akan bahasa asing. Akan tetapi, tidak jarang justru terjadi kesalahan yang memalukan. Di sebuah gerobak yang dipakai untuk membuka jasa cetak foto terpampang tulisan pasfhoto kilat; di sebelahnya lagi ada bengkel bertuliskan revarasi motor dan serfise; di sebelahnya lagi ada tulisan fotocopy. Ini adalah bahasa gado-gado. Sebetulnya, jika kata serapan itu akan dipakai, kita dapat menuliskan secara bersahaja dan benar: pasfoto kilat, reparasi motor dan servis, dan fotokopi. Itulah beberapa hal yang dapat menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia,