Lompat ke isi

Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama/Raden Ayu Bintang Abdulkadir

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

RADEN AYU BINTANG ABDULKADIR

Raden Ayu (R. Ay.) Bintang Abdulkadir lahir pada 10 Desember 1899 di Mojokerto Jawa Timur. Ayahnya bernama Raden Ario Notoadiningrat seorang collecteur Mojokerto. sedang ibunya bernama R. Ay. Garminah. Pada waktu lahir. R. Ay. Bintang Abdulkadir oleh orang tuanya diberi nama Raden Ajeng (RA) Bintang. Setelah menikah dengan Dokter Abdulkadir namanya diganti menjadi R. Ay. Bintang Abdul kadir. Raden Ario Notoadiningrat mempunyai 5 orang putera dan RA. Bintang adalah putera bungsu.

Pada waktu RA. Bintang masih kecil ayahnya meninggal dunia. Setelah ayahnya meninggal dunia, R Ay. Garminah Notoadinigrat bersama 4 dari 5 saudaranya pindah ke Semarang untuk ikut keluarga Patih Mertoatmojo. Raden Ayu Mertoatmojo adalah kakak R. Ay. Garminah Notoadiningrat. Kedatangannya di Dalem Kepatihan diterima dengan senang hati oleh keluarga Patih Mertoatmojo yang tidak mempunyai putera. sehingga kedatangan mereka akan menambah semaraknya suasana kepatihan.

Setelah R. Ay. Mertoatmojo meninggal dunia, R.Ay. Garminah diperistri Patih Mertoatmojo. Pada waktu itu R.A. Bintang baru berumur 5 tahun. Patih Mertoatmojo menganggap putra-putri R.Ay. Garminah adalah putranya sendiri.

Patih Mertoatmojo mempunyai minat yang besar di bidang kesenian terutama kesenian tradisional. Di Dalem Kepatihan mempunyai seperangkat gamelan yang setiap saat dipergunakan untuk belajar mengiringi pelatihan menari. Siang malam di Dalem Kepatihan sibuk dengan berbagai kegiatan.

Kehidupan keluarga Patih Martoatmojo penuh dengan kegiatan-kegiatan sosial. Meskipun mereka tidak dapat membaca dan menulis latin, tetapi dapat membaca dan menulis huruf Jawa, mampu mengorganisasi berbagai kegiatan sosial seperti mengadakan Fancy Fair (Pekan Raya) yang hasilnya disumbangkan pada sekolah kepandaian putri Van Deventer School di Semarang. Kecuali itu. R.Ay. Garminah Mertoatmojo menggerakkan para ibu pamong praja untuk menyibukkan diri dengan berbagai kerajinan tangan seperti membatik, menganyam, menyulam, dan sebagainya.

Patih Mertoatmojo orangnya sosial, suka menolong orang yang sedang kesusahan. Banyak para raja dari luar Jawa yang dibuang pemerintah Hindia Belanda ditampung Patih Mertoatmojo. Para raja buangan ini ditampung di rumah seperti tamu-tamu yang lain. Mereka tinggal di kepatihan sampai hukuman mereka habis. Patih Mertoatmojo sendirilah yang memberi makan mereka . Hal ini dilakukannya agar mereka tidak merasa dihukum, tetapi dianggap sebagai keluarga sendiri.

Kehidupan Patih Mertoatmojo ini ternyata sangat mempengaruhi watak putra-putrinya. Pengalaman yang mereka peroleh pada masa kecil begitu tertanam kukuh dalam hati sanubari mereka. Itulah sebabnya R.A. Bintang kelak juga suka menolong, berjiwa sosial dan aktif dalam bidang sosial.

Pada usia 7 tahun, RA. Bintang disekolahkan ke Zuster school. Ternyata R.A. Bintang dapat menyelesaikan studinya tepat pada waktunya. Dalam bidang agama Islam ia belajar di rumah dengan mendatangkan guru agama. Kadang-kadang juga belajar mengaji di mushola yang letaknya di belakang Dalem Kepatihan. Itulah sebabnya R.A. Bintang ini sangat taat beribadat.

Pada tahun 1914 R.Ay. Garminah Mertoatmojo meninggal dunia. Kemudian pada tahun 1915 R.A. Bintang menikah dengan Dokter R. Abdulkadir. seorang duda berputera dua. Pernikahan R.A. Bintang dengan dokter R. Abdulkadir ini dikaruniai empat putri dan dua laki-laki.

Setelah menikah R.Ay. Bintang Abdulkadir tinggal di Pekalongan mengikuti suaminya. Pada tahun 1917 dokter R. Abdulkadir dipindah ke Semarang. Sebagai dokter pemerintah, hampir setiap 2 tahun dipindahkan tugasnya. Pada tahun 1991 dokter R. Abdulkadir dipindah ke Yogyakarta. Selama di Yogyakarta mereka tinggal di Kampung Sosrokusuman. Di Yogyakarta inilah R.Ay. Bintang Abdulkadir merasa terpanggil berbuat sesuatu untuk para ibu.

Dokter R. Abdulkadir adalah seorang anggota Budi Utamo dan selalu aktif meskipun tidak menjadi pengurus. Rumahnya sering dipergunakan rapat para anggota pengurus Pusat Budi Utomo. Melihat kesibukan suami dan keakraban yang terjalin di antara para anggota, mendorong R.Ay. Bintang Abdulkadir ingin juga berkenalan dengan isteri bapak-bapak yang rapat di rumahnya. Gejolak ini akhirnya tidak dapat dipendam lagi, kemudian mengusulkan kepada pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta agar bapak-bapak kalau rapat datang bersama istrinya. Ternyata usul R.Ay. Bintang Abdulkadir ini mendapat sambutan dan simpati para istri pengurus Budi Utomo Yogyakarta.

Pada 24 April 1921 diadakan pertemuan yang pertama di rumah R.Ay. Bintang Abdulkadir. Ternyata pertemuan ini menghasilkan lahirnya perkumpulan kaum wanita yang diberi nama ”Wanito Utomo” dan di Kalisari membentuk pengurusnya. Dalam kepengurusan ini R. Ay. Abdulkadir menjabat sebagai bendahara. Adapun susunan pengurus "Wanito Utomo” yang pertama ini sebagai berikut :

Ketua : R.Ay. Rio Gondoatmojo
Wakil Ketua : R.Ay. Prawiroatmojo
Penulis I : R. Ay. Sumantri
Penulis II : Rr. Sumarsiyah
Bendahara : R. Ay. Bintang Abdulkadir
Anggota : R. Ngt. Dwijosewoyo

Ny. M. Puspohadikusumo

R. Ay. Sastrowijono

R. Ngt. Martowidagdo

Raden Ayu Bintang Abdulkadir ini selalu duduk dalam kepengurusan Wanito Utomo sebagai bendahara. Kecuali itu ia pernah juga menjabat sebagai wakil ketua pada tahun 1925 -- 1927. Tujuan perkumpulan "Wanito Utomo" adalah: (1) mempererat persaudaraan, (2) saling tukar-menukar keahlian, (3) saling tolong-menolong dalam kesusahan, dan (4) mengurus rumah tangga sesuai dengan penghasilan suami.

Wanito Utomo ternyata dapat berkembang dengan baik dan cabang-cabangnya pun berdiri di berbagai kota/ Pada tahun 1926 Wanito Utomo mengadakan lustrumnya yang pertama di gedung Loge Mataram Malioboro (sekarang gedung DPRD Tingkat I).

Pada tahun 1927 dokter R. Abdulkadir dipindahkan tugasnya ke Purwokerto. Kemudian rumahnya di Yogyakarta dipergunakan sebagai asrama para siswa AMS dan Princes Juliana School. Di antara penghuni asrama itu kemudian hari banyak yang menjadi pejabat tinggi, antara lain Prof. Ir. Suwandi Notokusumo, Ir. Abdulkarim, Mr. Laut Siregar, dr. Sudiknyo dan Atamimi.

Pada tahun 1928 tiga tokoh kaum wanita Indonesia yaitu R. Ay. Sukonto dari Wanito Utomo, Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Taman Siswa dan R.A. Sujatin (R.Ay. S. Kartowiyono) dari Putri Indonesia berhasil mengadakan pendekatan dengan beberapa perkumpulan kaum wanita Mataram untuk menyelenggarakan "Kongres Perempuan Indonesia.".

Perkara tiga tokoh wanita tersebut mendapat dukungan penuh dari perkumpulan-perkumpulain wanita untuk segera menyelenggarakan kongres. Tujuh perkumpulan pendukung adalah : Wanito Utomo, Wanita Taman Siswa, Putri Indonesia, Aisyiyah, dan Jong Islamieten Bond Bagian Wanita.

Berkat permufakatan bersama maka pada 22 sampai 25 Desember 1928 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I di Dalem Joyodipuran Yogyakarta. Adapun panitia Kongres Perempuan Indonesia I yaitu:

Ketua : R. Ay. Sukonto dari Wanito Utomo
Wakil Ketua : Nn. Siti Munjiah dari Aisyiah
Penulis I : Nn. Sukaptinah (Ny. Sunaryo Mengunpuspito) dari JIVDA.
Penulis II : Nn. Sunaryati (Nyi Sunaryati Sukemi) dari putri Indonesia
Bendahara I : R. Ay. Catharina Harjodiningrat dari Wanita Katholik.
Bendahara II : RA. Sujatin (R. Ay. S. Kartowijono dari Putri Indonesia)
Anggota : Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Tama Siswa.

Ny. Dirjowongso dari Wanita PSII

Ny. Muridan Noto dari Wanita PSII

Ny. Umi Salamah dari Wanita PSII

Ny. Johanah dari Aisyiah

Nn. Badiah Muryati dari Jong Java Dames Afdeling

Nn. Hajinah (Ny. Mawardi) dari Aisyiah

Nn. Ismudiyati (Ny. Abdul Rahman Saleh) dari Wanito Utomo

R.Ay. Mursandi dari Wanita Katholik.

Dalam susunan panitia kongres tersebut ada dua tokoh wanita yaitu R. Ay. Sukonto dan Nn. Ismudiati dari Wanito Utomo. Ini berarti bahwa Wanito Utomo ikut aktif dalam menyiapkan Kongres Perempuan Indonesia I. Dalam Kongres Perempuan Indonesia I tersebut R. Ay. Bintang Abdulkadir tidak duduk dalam panitia bahkan tidak dapat hadir karena anaknya yang bungsu masih terlalu kecil untuk ditinggal. Meskipun demikian ia selalu memberi petunjuk-petunjuk dan dorongan agar kongres dapat berhasil baik. Adapun maksud diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I yaitu

  1. Supaya menjadi pertalian antara perkumpulan-perkumpulan wanita Indonesia.
  2. Supaya dapat bersama-sama membicarakan soal-soal kewajiban kebutuhan dan kemajuan wanita.

Beberapa keputusan berhasil diambil oleh Kongres Perempuan Indonesia. Keputusan tersebut yaitu : {{ol|start=1 | Mendirikan badan federasi bersama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) | Menerbitkan surat kabar yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI: anggota-anggota redaksi terdiri dari Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, Ny. Ali Sastroamijoyo, Nn. Ismudiati, Nn. Badiah dan Nn. Sunaryati Nyi Sunaryati Sukemi) | Mendirikan studie fonds yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu. | Memperkuat pendidikan kepanduan putri | Mencegah perkawinan anak-anak. | Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar :

  1. Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak
  2. Tunjangan bersifat pensium jangan dicabut
  3. Sekolah-sekolah putri diperbanyak
  4. Mengirimkan mosi kepada Raad Agama agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama

Pada bulan April 1929 R. Ay. Bintang Abdulkadir mendirikan Wanito Utomo Cabang Pruworejo. Pada waktu itu juga untuk pertama kali diperingati ”Hari Kartini” di Purworejo dengan mengadakan pasar derma. Hasil dari pasar derma ini dipergunakan untuk bia siswa dan pinjaman untuk belajar bagi siswa yang kurang mampu. Untuk menambah dana, R. Ay. Bintang Abdulkadir membuat peraturan bahwa para anggota yang datang ke rapat harus menggunakan bahasa Indonesia. Bagi yang menggunakan bahasa Jawa didenda lima sen setiap perkataan. Tujuan peraturan tersebut sangat bagus kecuali untuk menambah dana juga untuk membiasakan mengunakan bahasa Indonesia yang sudah diikrarkan pada 28 Oktober 1928. Pada Kongres Wanito Utomo di Solo, R Ay. Bintang Abdulkadir mengusulkan agar bia siswa itu diurus oleh pusat. Usul R. Ay. Bintang Abdulkadir ini diterima dan diberi nama "Seri Derma". Sebagai ketua "Seri Derma" ditunjuk R. Ay. Bintang Abdulkadir.

Pada tahun 1930 R.Ay. Bintang Abdulkadir mengikuti suaminya pindah ke Gombong. Di Kota Gombong ini R. Ay. Bintang Abdulkadir mendirikan Wanito Utomo Cabang Gombong. Namun Gombong waktu itu belum mempunyai sekolah menengah, sedangkan anak-anak dokter Abdulkadir akan segera memasuki sekolah menengah. Keluarga dokter Abdulkadir memutuskan untuk pindah ke Malang. Kota tersebut di samping banyak sekolah pilihan. suasana dan hawanya juga cocok untuk pendidikan anak-anak mereka. Maka dengan berat hati keluarga R. Ay Bintang Abdulkadir meninggalkan Gombong menuju Malang. Pada tahun 1934 keluarga dr. R. Abdulkadir pindah ke Tegal. Di Tegal ini dr. R. Abdulkadir mengusahakan apotik dengan nama "Mitro Rahayu". Kecuali itu jugs membuat obat tradisional anti kencing manis yang diberi nama "Podoselamete". Usaha ini ternyata berhasil baik. Selama di Tegal R.Ay. Bintang Abdulkadir sibuk melayani permintaan berbagai organisasi wanita untuk membantu kegiatan mereka. Untuk memenuhi keinginan mereka, R. Ay. Bintang Abdulkadir mengusulkan agar semua organisasi wanita di Tegal digabung menjadi satu. Usul ini diterima dengan baik, maka dibentuklah "Persatuan Perkumpulan Puteri Tegal". Kegiatan Persatuan Perkumpulan Puteri Tegal ini meliputi keterampilan wanita, kesenian, dan olah raga.

Pada tahun 1942 keluarga dr. R. Avdulkadir pindah ke Yogyakarta lagi. Ternyata tidak lama setelah pindah ke Yogyakarta, pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada tentara Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati. Sejak itu Indonesia dikuasai oleh pemerintah Bala Tentara Jepang.

Pada masa pendudukan tentara Jepang ini, semua organisasi pergerakan Indonesia dibubarkan termasuk organisasi kewanitaan. Kemudian pemerintah Bala Tentara Jepang membentuk organisasi wanita baru yang diberi nama Fujinkai. Semua kegiatan harus sesuai dengan kemauan Jepang dalam rangka menghadapi Sekutu. Pada masa ini R. Ay. Bintang Abdulkadir juga "masuk menjadi pengurus Fujinkai di Yogyakarta. Adapun usaha-usaha Fujinkai yaitu:

  1. Mengobarkan semangat cinta tanah air dan bangsa di kalangan wanita dan menenamkan nasionalisme
  2. Menganjurkan agar suka berkorban dan rela menderita untuk tanah air dan bangsa
  3. Menyiapkan tenaga untuk ikut serta di belakang garis peperangan
  4. Menganjurkan hidup hemat
  5. Memperbanyak hasil bumi dengan menanam semua tanah yang kosong dengan tanaman penghasil bahan makanan dan pakaian antara lain : ubi, ubi kayu, kapas, jarak dan lain-lain
  6. Menghidupkan pekerjaan tangan dan industri di rumah seperti memintal benang, membuat kaos kaki
  7. Mengadakan latihan-latihan yang diperlukan
  8. Menghidupkan pekerjaan untuk memberantas pengangguran

Beberapa hari sesudah Indonesia merdeka, Fujinkai dibubarkan. Salah satu organisasi wanita yang cukup aktif dan mempunyai anggota yang cukup besar adalah Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) yang dipimpin oleh Nyi Sri Mangusarkoro. Kegiatan PERWARI pada waktu itu antara lain dapur umum dan palang merah, juga membantu mengurus jenazah para pejuang dari luar Kota Yogyakarta untuk dirawat. R. Ay. Abdulkadir juga ikut aktif dalam PERWARI meskipun tidak menjadi pengurus.

Sesudah pengakuan kedaulatan, beberapa ibu mengusulkan kepada R. Ay. Bintang Abdulkadir agar Wanito Utomo dihidupkan lagi, tetapi usaha tersebut ditolak. Hal ini disebabkan pada waktu itu sudah ada PERWARI bahkan R. Ay. Bintang Abdulkadir menganjurkan agar mengikuti kegiatan PERWARI dan "Seri Derma" yang agak macet digiatkan kembali. Ternyata usul untuk menggiatkan “Seri Derma” ini disetujui dan diadakan pembaharuan pengurus ”Seri Derma”. R. Ay. Bintang Abdulkadir terpilih sebagai pengurus bersama Nyi Hajar Dewantoro, Nyi Sri Mangunsarkoro, Ny. Yudo Pranoto dan Ny. Santoso.

Pada tahun 1967 dr. R. Abdulkadir meninggal dunia. Sejak suaminya meninggal dunia, R. Ay. Bintang Abdulkadir di rumahnya memberi pelajaran masak-memasak. Kecuali itu ia meneruskan usaha obat tradisional anti kencing manis "Podoselamete". Usaha ini terus ditekuninya sampai ia meninggal dunia pada tahun 1990.

R. Ay. Bintang Abdulkadir tiada lagi di tengah-tengah kita, namun amal dan jasanya terhadap kaum wanita Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya tidak akan hapus begitu saja. Namanya akan terkenang sepanjang masa. R. Ay. Bintang Abdulkadir meninggalkan cita-cita yang selama hidupnya diperjuangkan untuk memajukan kaum wanita.