Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama/Nyonya R.A. Surya Mursandi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

NYONYA R.A. SURYO MURSANDI

Pada 8 Juni 1908 lahirlah seorang bayi perempuan di Dalem Juminahan Yogyakarta. Bayi perempuan tersebut adalah anak kelima (bungsu) dari keluarga RM. Mangunrencoko. Bayi tersebut oleh orang tuanya diberi nama R.A. Amelia Prihatin. RM. Mangunrencoko ini mempunyai lima orang putera yaitu : R.Ay. Murtiningsih, RM. Satrio, R.Ay. Ngarsorumekso. RM. Sindyo dan RA. Amelia Prihatin.

Pada usia 7 tahun Prihatin disekolahkan ke Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Mendut Muntilan. Di HIS Mendut inilah Prihatin memperoleh pendidikan agama Katholik. Di sekolah ini tidak ada diskriminasi, tidak ada rasa benci. Mereka tidak semata-mata menerima pendidikan watak dan budi pekerti. Para siswa diajar untuk mencintai sesama manusia dan untuk melakukan kebaktian serta ajaran-ajaran yang baik. Di Mendut inilah Prihatin menerima sakramen baptis dengan tambahan nama Amelia. Setelah lulus dari HIS Prihatin meneruskan ke Kweekschool Mendut Muntilan. Prihatin dapat menyelesaikan pelajaran di Kweekschool tepat pada waktunya dan berhasil lulus dengan nilai baik. Setelah lulus, Prihatin mengajar di HIS Mendut itu juga.

Pada waktu di Kweekschool Mendut, Prihatin berkenalan dengan seorang pemuda yang bernama RM. Suryo Mursandi juga seorang Katholik. Pada waktu itu Suryo Mursandi menjadi guru di HIS Muntilan. Kemudian perkenalan ini berlanjut hingga hubungan mereka semakin akrab. Prihatin dan Suryo Mursandi sepakat untuk menempuh hidup berumah tangga. Setelah kedua orang tuanya merestui hubungan mereka pada tahun 1925 Prihatin menikah dengan RM. Suryo Mursandi. Pernikahan Prihatin dengan Suryo Mursandi ini dikaruniai 16 orang putera yaitu:

  1. RAy. Asti Sidarta suaminya bekerja di Departemen Pertanian Jakarta.
  2. RAy. Mursiwi Sunarso suaminya bekerja sebagai Direktur BRI Padang.
  3. RM. Harimurti, sudah meninggal pada usia 12 tahun.
  4. RM. Hariwarsongko, sudah meninggal pada usia 4 tahun.
  5. RAy. Mursanti Joko Sutaryo, suaminya bekerja di Departemen Keuangan dan sekarang sudah pensiun. Adapun RAy. Mursanti sendiri bekerja sebagai guru SMA Tarakanita Jakarta.
  6. RM. Ir. Hariwarjono sekarang sebagai anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur di Surabaya.
  7. RA. Tuti Haksami, sudah meninggal pada usia 8 tahun.
  8. RA. Murini, bekerja di Rumah Sakit St. Carolus Jakarta.
  9. RAy. Mursiti Sitohang.
  10. RM. Widoyoko bekerja di Perusahaan Obat milik AS di Jakarta.
  11. RM. Drs. Prastowo bekerja sebagai Kepala Balai Penyelidikan Kimia di Semarang.
  12. RM. Drs. Sadono, sudah meninggal pada usia 38 tahun. Semula bekerja di Bank Bumi Daya Jakarta.
  13. RM. Drs. Pujianto, bekerja sebagai Kepala Bandara Udara Palembang.
    1. RM. Prasiwo bekerja di Perusahaan PT. Indaje Bandung.
    2. R.Ay. Murdaningsih Subantyo, bekerja di Bank Bumi Daya Yogyakarta dan suaminya bekerja sebagai dosen di ATNAS Yogyakarta.
    3. RM. Piem Priharto bekerja di Komsos Keuskupan Agung Jakarta.

Dalam mendidik putera-puterinya R.Ay. Suryo Mursandi sangat disiplin. Semua putera-puterinya diberi kebebasan untuk memilih sekolahan yang disenanginya. Kepada anak-anaknya R.Ay. Suryo Mursandi bersikap sama. Semua anak-anaknya boleh dikatakan berhasil dalam kehidupannya dan patuh terhadap orang tua.

Pada 2 Mei 1965 suaminya yaitu RM. Suryo Mursandi meninggal di Jakarta dan dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta.

R.Ay. Suryo Mursandi setelah menikah tidak lagi menjadi guru. Suaminya RM. Suryo Mursandi melarang ia mengajar. Sebagai gantinya ia dianjurkan untuk memegang sebuah Asrama HIS Muntilan di Konvik III. Anjuran suaminya itu diterima dan sejak itu ia menjabat sebagai pimpinan asrama. Pada waktu itu di asrama yang dipimpinnya dihuni ± 70 orang siswa.

Di samping menjadi pimpinan asrama R.Ay. Suryo Mursandi juga aktif di organisasi kewanitaan yaitu Wanita Katholik. Dalam Wanita Katholik R.Ay. Suryo Mursandi menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan agama. Perlu diketahui bahwa Wanita Katholik didirikan pada 16 Juni 1927 di Yogyakarta atas prakarsa R.Ay. Maria Suyadi Darmosaputro. Pendirian organisasi Wanita Katholik ini didasarkan suatu cita-cita adanya wadah/organisasi untuk memperbaiki nasib dan kedudukan kaum buruh wanita Indonesia.. Hal ini disebabkan keadaan kaum buruh wanita di pabrik-pabrik pada waktu itu sangat menyedihkan. Upah buruh rendah, pergundikan merajalela dan anak-anak terlantar, terutama para buruh pabrik rokok Taru Martani di Yogyakarta.

Maka atas prakarsa R. Ay. Maria Suyadi Darmoseputro dan didukung oleh penasihat rohani Pastur HV. Driesche SY, maka berkumpullah 120 orang wanita beragama Katolik dan simpatisan yang secara bulat menyetujui pendirian suatu organisasi yaitu Wanita Katholik. Program kerja pertama organisasi yang baru lahir adalah:

  1. Mengadakan kursus pemberantasan buta huruf,
  2. Mengadakan kursus menjahit untuk keperluan gereja dan mereka sendiri,
  3. Mengadakan penitipan bayi di pabrik rokok Taru Martani,
  4. Mengadakan kursus PPPK, dan
  5. Mengadakan perawatan untuk orang sakit di kampung-kampung.

Adapun susunan pengurus pada waktu berdirinya adalah:

Ketua : R.Ay. Catharina Harjodiningrat
Penulis : Ny. Th. Subirah Harjosubroto
Bendahara : Ny. C. Murdoatmdjo
Komisaris : Ny. Y. Suratinah Adisumarto
Penasehat : Pastur Strater SY.

Meskipun R.Ay. Suryo Mursandi tidak duduk dalam kepengurusan Wanita Katholik, tetapi tetap aktif dan membantu terujudnya program-program Wanita Katholik.

Pada 28 Desember 1928 Wanita Katholik bersama 6 organisasi wanita lainnya yaitu Putri Indonesia, Wanito Utomo, Wanita Taman Siswa, Aisyiah, Jong Islamieten Bond Bagian Wanita, Jong Java Bagian Wanita ikut aktif mempersiapkan Kongres Perempuan Indonesia I di Dalem Joyodipuran Yogyakarta. Adapun pemrakarsa kongres yaitu R.Ay. Sukonto dari Wanito Utomo, Nyi Hajar Dewantara dari Wanita Taman Siswa dan RA. Sujatin dari Putri Indonesia.

Pada Kongres Perempuan Indonesia I ini R.Ay. Suryo Mursandi duduk sebagai anggota panitia wakil dari Wanita Katholik Adapun susunan panitia Kongres Perempuan Indonesia I sebagai berikut:

Ketua : R.Ay. Sukonto dari Wanito Utomo.
Wakil Ketua : Nn. Siti Munjiah dari Aisyiyah
Penulis I : Nn. Sukaptinah (Ny. Sunaryo Mangunpuspito) dari JIBDA
Penulis II : Nn. Sunaryati (Ny. Sukemi) dari Putra Indonesia
Bendahara II : RA. Sujatin (R.Ay. S. Kartowijono) dari Putri Indonesia
Anggota : Nyi Hajar Dewantoro dari Wanita Taman Siswa

Ny. Driyowongso dari Wanita PSII

Ny. Umi Salamah dari Wanita PSII

Ny. Muridan Noto dari Wanita PSII

Ny. Johanah dari Aisyiah

Nn. Badiah Muryati dari Jong Java Dames Afdeeling

Nn. Hajinah (Ny. Mawardi) dari Aisyiyah

Nn. Ismudiyati (Ny. Abdul Rahman Saleh) dari Wanito Utomo

R.Ay. Mursandi dari Wanita Katholik.

Raden Ayu Mursandi kecuali sebagai anggota panitia Kongres Perempuan Indonesia I. juga ikut mengisi ceramah pada kongres tersebut dengan judul "Orang Perempuan Dan Masyarakat Indonesia". Dalam Kongres Perempuan Indonesia I ini berhasil memutuskan:

  1. Mendirikan badan federasi bersama "Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia" (PPPI).
  2. Menerbitkan surat kabar yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI, anggota-anggota redaksi terdiri Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, Ny. Ali Sastroamijoyo. Nn. Ismudiyati, Nn. Budiah, dan Nn. Sunaryati.
  3. Mendirikan studie fonds yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu.
  4. Memperkuat pendidikan kepanduan putri.
    1. Mencegah perkawinan anak-anak.
    2. Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar:
    1. Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak.
    2. Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut.
    3. Sekolah-sekolah putri diperbanyak.
  5. Mengirimkan mosi kepada Raad Agama agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama.

Pada tahun 1938 R.Ay. Mursandi meninggalkan Muntilan pindah ke HIS Katholik Solo. Setelah pindah ke Solo, R.Ay. Mursandi masih tetap aktif dalam organisasi Wanita Katholik. Mursandi masih tetap aktif dalam organisasi Wanita Katholik.

Pada tahun 1933 R.Ay. Suryo Mursandi bersama Ny. Th. Harjosubroto, Ny. Singgih dan Ny. Suyudono duduk sebagai pengurus Armenzarg. Organisasi ini bergerak dalam bidang sosial yaitu memelihara orang-orang miskin. Organisasi Armenzarg didirikan oleh isteri Gubernur Ori. Raden Ayu Suryo Mursandi dan Ny. Th. Harjosubroto duduk sebagai pengurus karena mewakili Wanita Katholik.

Pada tahun 1942 kabut Perang Dunia II tampak pula dicakrawala Hindia—Belanda. Wanita Katholik sebagai pengisi cakrawala tersebut terkena getahnya pula. Pada 8 Maret 1942 itu berakhir pula penjajahan Belanda di Indonesia dan Bala Tentara Jepang mulai menduduki Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang ini, semua organisasi wanita dinyatakan dilarang, tidak terkecuali Wanita Katholik. Pemerintah Bala Tentara Jepang melebur semua organisasi wanita dan sebagai gantinya berdiri Fujinkai yang menerima rencana kerja dari Pemerintah Bala Tentara Jepang. Pada masa Jepang ini R.Ay. Suryo Mursandi tidak masuk menjadi anggota Fujinkai. Ia membantu suami menegakkan ekonomi rumah tangganya dengan membuka warung kelontong. Hal ini disebabkan karena pada masa penjajahan Jepang ini keadaan ekonomi rakyat Indonesia pada umumnya sangat jelek.

Pendudukan Jepang berakhir ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Pada bulan Desember 1948 atas anjuran Uskup Mgr. Sugiyopranoto SY. Wanita Katholik bangkit kembali untuk menyatukan tenaga-tenaga wanita untuk menangani usaha-usaha di bidang sosial. Raden Ayu Suryo Mursandi aktif lagi dalam organisasi Wanita Katholik,

Pada tahun 1950 R. Ay. Surya Mursandi sekeluarga pindah ke Yogyakarta. Di Yogyakarta ini R. Ay Mursandi tetap aktif dalam organisasi Wanita Katholik. Kecuali aktif dalam organisasi Wanita katholik. R.Ay Suryo Mursandi juga aktif dalam Legio Mario Gereja Katholik Bintaran Yogyakarta . Legio Mario adalah suatu perkumpulan orang Katholik yang telah mendap at pengesahan gereja dan berdiri di bawah pimpinan Bunda Maria yang Tak Tercela , Pengantar Segala Rahmat. Adapun tujuan Legio Mario adalah menguduskan anggota-anggotanya dengan doa dan kerja sama yang aktif di bawah pimpinan gereja, dalam tugas Maria dan gereja untuk menghancurkan kepala ular (setan) dan memperluas kerajaaan Kristus.

Raden Ayu Surya Mursandi aktif di Legio Mario ini sampai akhir hayatnya. Ia senang dan ikhlas mengabdikan diri di Legio Mario ini. Pada 10 Januari 1985 R. Ay. Mursandi meninggal dunia di Rumah Sakit Sarjito Yogyakarta karena sakit. la dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta, bersebelahan RM. Suryo Marsandi.