Asmara Moerni/Bagian 6
BAGIAN KE-ENAM
Pertemoean penghabisan
TATI oendjoek tjerdas otaknja dan gampang sekali menerima peladjaran. Di roemah oleh ajah poengoetnja dipanggilkan goeroe boeat memberi peladjaran bahasa Belanda, sedang seminggoe tiga kali ambil les di salah satoe mode-cursus. Membatja boekoe ia sangat gemar, boleh djadi sekalian oentoek loepakan pada Amir jang selaloe mendjadi kenang-kenangannja.
Toean Abdul Sidik tidak menjalahi perkata'annja sendiri. Ia anggap Tati sebagai anaknja, dengan bangga oendjoekkan pada orang banjak, terboekti sering sekali nampak berdoea dalam autonja atau menghantarkan Tati masoek toko di Pasar Baroe.
Amir lama sekali menoenggoe perkaranja dihadapkan dimoeka Landraad, karena ia terdakwa ambil bagian dalam persekoetoean loeas smokkel madat dan morphine. Beberapa kepala dari ini komplotan telah meninggalkan ini negeri dan katanja berada di Korea. Inilah jang menjebabkan peperiksa'an selaloe tertoenda.
Setelah kira-kira 18 boelan dari terdjadinja ia ditahan, komplotan smokkel madat dan morphine itoe sebagian besar dapat dimadjoekan dihadapan hakim, dan Amir kerena tidak terboekti kesalahannja dan memang tidak bersalah, oleh Landraad dibebaskan.
Tergesa-gesa ia menoedjoe ke Sawah Besar, kepondok tempat tinggal bibi Ikah dan Tati. Alangkah sedih hatinja waktoe menjaksikan roemah itoe soedah ditempati oleh orang lain. Waktoe ia masoek seorang lelaki doedoek di balé-balé menanja dengan ketoes :
„Maoe apa?”
„Saja tjari bibi Ikah”.
„Saja tidak tahoe”.
„Doeloe tinggal disini”.
„Saja tidak tahoe”.
„Djikalau begitoe permisi sadja”, kata Amir dengan meninggalkan itoe tempat. Ia berdjalan pelan-pelan tiada tahoe kemana ia haroes pergi.
Sepandjang djalan ia melihat kiri dan kanan barangkali sadja bisa dapatkan bibi Ikah atau Tati. Sepandjang kali Molenvliet ia melihat barangkali Tati kebetoelan menjoetji, tetapi sia-sia. Dengan peroet kelaparan dan badan tjapai dari djembatan Molenvliet -- Gang Ketapang ia menoedjoe ke Wétan dan sampai didepan hotel dimana bahagian depan ada di djoeal koewéh poetoe. Asap dari koewéh terseboet ditioep angin masoek kedalam lobang hidoeng Amir. Kepingin sekali ia pada itoe koewéh, tetapi oeang ia tidak poenja.
Di roemah besar djalanan Berenrechtslaan Tati soedah berpakian setjara gadis Europa minta idjin pada ajah poengoetnja boeat membeli benang dan wol di Pasar Baroe.
„Baik !”, kata Abdul Sidik, „asal sadja sepoelangnja kau bawa koewéh jang empoek-empoek boeat bapak. Tetapi djangan jang mahal-mahal”.
„Apakah bapak ini hari soeka koewéh poetoe?”
„Ja, itoe dia. Djangan beli banjak-banjak”. Tati keloear sebagaimana biasa djikalau pergi hanja sendirian, dengan goenakan auto. Waktoe ia poenja auto dekat tempat pendjoealan poetoe, hampir sadja berdjoempa dengan Amir, djikalau tidak ada soeara memanggil-manggil ia. Itoe soeara asalnja dari Miss Omi jang menjewa kamar di hotel belakang tempat pendjoealan koewéh poetoe itoe. Amir terkedjoet, menoleh dan masoek ke dalam. Tidak antara setengah menit datang auto Tati berhenti di depan pendjoealan koewéh poetoe, tetapi Amir tidak tertampak lagi.
Tati menoenggoe dimasaknja koewéh poetoe, sedang Amir didalam kamar hotel berhadapan dengan Miss Omi.
„Boekankah kau poenja nama Amir?”
„Betoel, nona”.
„Hampir saja ta' kenal lagi. Kenapa kau sekarang djadi begitoe matjam?”
„Ja nona, djikalau nasib sedang malang, bintang sedang gelap”.
„Apakah kau masih djalankan betja seperti doeloe?”
„Sekarang tidak lagi, nona”.
„Apakah jang kau kerdjakan ini waktoe?”
„Tidak bekerdja apa-apa nona. Saja menganggoer”.
Miss Omi melihat ia dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Amir berpakaian rombeng-rombeng, sedang moekanja kelihatan lajoe serta ta' teroeroes.
„Kebetoelan. Saja poenja toekang-ketjapi dari Bandoeng, minta verlof, tadi siang poelang. Apakah kau masih dapat bermain ketjapi?”
„Masih, nona”. „Moelai besok malam saja moesti main di Prinsen-park. Toekang ketjapinja tidak ada. Kebetoelan sekali kau ada. Ini ada sedikit oeang, barangkali kau maoe beli pakaian loengsoeran. Besok siang datang kemari paling laatnja. Tidak salah lagi, boekan?”
„Baik, nona”.
Amir permisi pergi, sementara itoe Tati habis terima oeang kembalian jang laloe naik kedalam autonja, djalan. Waktoe Amir sampai diloear, auto soedah berangkat kira² setengah menit terlebih dahoeloe. Tati dan Amir beloem ditakdirkan bertemoe!
Amir telah diambil portretnja, dibikin cliche dan dimoeat di soerat-soerat kabar, dikatakan bahwa di park akan ada permainan ketjapi-orkest dipimpin oleh seorang anak moeda jang tjakap, kampioen Priangan. Tentoe sadja ini perkata'an dilebih-lebihkan, sebab boeat menarik publiek roepanja tjara begitoe matjam soedah biasa.
Toean Abdul Sidik berlangganan soerat-kabar dan soeka sekali batja bagian perang Europa. Pada satoe hari, beberapa hari antaranja dari pertemoean Amir dengan Miss Omi itoe dalam soerat-kabar „Soeara Baroe” jang dipegang oleh toean Abdul Sidik dimoeat poedjian atas permainan ketjapi Amir, sekalian dengan dimoeat portretnja. Di bagian advertentie djoega dioemoemkan bahwa Amir main teroes.
Waktoe Tati membawa air-teh boeat ajah poengoetnja, zonder sengadja matanja soedah melihat portret Amir di koran jang dipegang oleh toean Abdul Sidik, Tati terkedjoet, diam, kemoedian matanja mengeloearkan air mata. Toean Abdul Sidik jang mengetahoei ini menghiboerkan dan menasehati djanganlah memikirkan pada Amir lagi djikalau ia ini tidak ada harganja boeat dipikirkan.
„Bapa, saja tidak tahoe apa sebabnja, wadjah Amir selaloe terbajang dimata saja, dari itoe idzinkalah saja nanti soré menonton di park, oentoek melihat meskipoen sebentar sadja. Saja harap bapa akan idzinkan itoe”.
Toean Abdul Sidik pikir-pikir, kemoedian mendjawab „Tidak baik anak gadis pergi ke park sendirian, nanti bapa hantar !”
Malam Minggoe. Berdoejoen-doejoen orang menoedjoe ke tempat tontonan. Toean Abdul Sidik dengan Tati didalam auto sedan nampak di antara orang banjak. Tetapi, waktoe dekat pintoe gerbang park, telah terdjadi satoe ketjilaka'an. Seorang pemoeda soedah kegiles taxi. Politie dan orang-orang loear memberi pertolongan sedapat-dapatnja, auto dari Gezondheidsdienst dipanggil dan sigera datang.
Toean Abdul Sidik dan Tati jang tidak dapat meneroeskan perjalanannja karena banjaknja orang di tempat ada ketjilaka'an itoe, terpaksa toeroen berdjalan kaki. Tentoe sadja doea orang ini, seperti lain-lain orang toeroet bertanja apa jang terdjadi dan dapat djawaban ada orang kegiling taxi. Tati jang kebetoelan berdiri didekat politie-agent, terkedjoet waktoe dengar orang soerat-kabar dapat ini keterangan :
„Jang salah jang kegiles sendiri, toean. Namanja. Amir, asal dari Tjigading. Ia mendjadi toekang ketjapi baroe beberapa malam sadja. Dari doeloe toekang-njanji Miss Omi maoekan dia, tetapi ia tidak maoe melajani, sebab selaloe ingat toenangannja dari desa, tadi ia pesan pada siapa djoega jang ketemoe dengan toenangannja itoe, namanja Tati”.
„Apakah loekanja membahajakan ?”
„Saja kira begitoe. Boleh djadi djiwanja terantjam, tetapi tadi masih hidoep, malah waktoe diangkat oléh pegawai dienst kesehatan, selaloe seboet: „Tati, Tati!”
Mendengar ini penoetoeran Tati menerodjol ke depan, tetapi soedah laat. Amir soedah dimasoekkan kedalam keréta-keséhatan dan dibawa ke C.B.Z.
Dari maoe menonton berganti pergi ke C. B. Z. Meskipoen tidak gampang sigera boleh masoek melihat sebab tidak ada pertalian familie, tetapi atas daja-oepaja toean Abdul Sidik, ia dan Tati boleh masoek ke zaal dimana Amir sedang dirawat.
Doea verpleegers sedang berdiri dekat tempat Amir terlentang, jang seorang mengoekoer djalannja darah di tangan, lain orang lagi mentjatat satoe dan lain hal berhoeboeng keperloean rapport jang akan dikasihkan pada dokter jang akan datang djaga malam.
Tati masoek kedalam itoe kamar, dapatkan Amir kepalanja terboengkoes oléh verband.
„Amir, Amir!„” ia menoebroek dengan menangis.
„Tati. Kau da...... tang......?”
Kemoedian dengan soeara pegat-pegat Amir menerangkan kepada Tati: „Waktoe dalam tahanan...... sekeloearnja...... dan di roemah sakit ini, sebeloem adjal, saja...... mohon kepada Jang Maha Esa...... soepaja diketemoekan dengan kau, Tati. Permohonan ...... saja...... itoe dikaboelkan!”
„Amir, djangan kata begitoe !”
Tati menangis dipinggir krib sebelah dada Amir. Amir letakkan tangannja jang di dalam verband djoega di kepala Tati seolah-olah maoe menghiboer.
Dokter jang dapat giliran, djaga malam, datang masoek di itoe zaal. Ia agak terkedjoet, tetapi sigera tegak kembali, mendekati tempatnja Amir. Tati jang dengan moekanja menangis ke bawah tidak mengetahoei wadjah moeka dokter jang baroe datang tadi, tetapi Amir melihat dengan terang, .... Dr. Pardi !
„Dokter, kita bertiga asal dari Tjigading” kata Amir dengan soeara poetoes-poetoes. „Saja rasa, ta' lama lagi saja koeat menahan. Dokter, tolonglah Tati. Saja tahoe dokter berhati moelia, tidak memandang deradjat. Dokter, saja harap dokter soeka ambil Tati boeat teman hidoep selama-lamanja. Selamat tinggal !!!!”
Loeka-loeka diloear dan di dalam menjebabkan Amir tidak tahan lama lagi. Dengan penoeh kehormatan Dr. Pardi toetoep moeka Amir dengan kain selimoetnja, satoe sikap jang tidak biasanja lain dokter oendjoek terhadap hanja seorang toekang betja......
Atas perminta'an toean Abdul Sidik, djinazah Amir dibawa ke koeboer dari roemahnja, dengan segala ongkos-ongkos jang ia tanggoeng, sekian harga tanahnja boeat koeboeran klas I.
Masih beberapa sa'at Tati melandjoetkan peladjarannja, sehingga anak jang dari sekolah desa ini, kemoedian mempoenjai kepandaian tidak djaoeh bedanja Foto: Union Films.
Penoetoep ini tjerita, pada satoe hari berdiri sepasang penganten baroe di koeboeran Amir, menaroh karangan-boenga di itoe koeboeran anak dari Tjigading. Dengan perasa'an terharoe Tati, jang sekarang mendjadi njonja Dr. Pardi, dengan soeaminja meninggalkan tempat Amir mengaso boeat selama-lamanja .....
TAMMAT.