Asmara Moerni/Bagian 3
BAGIAN KETIGA
Pergi ke Kota
TERBOEKTI tidak sadja kepada Djembloeng Amir telah memberi tahoekan akan kepergiannja ke kota, sebab diwaktoe sorénja banjak orang kenalannja laki-laki dan perempoean telah mengoendjoengi ia-poenja pondokan oentoek berpamitan. Dari loear terdengar ramai orang bertjakap-tjakap.
„Amir, kang Achmad tidak dapat memberikan bekal soeatoe apa. Sebagai orang toea hanja mendo'akan agar Amir selamat, terloepoet dari segala bahaja dan rintangan, moedah-moedahan Toehan memberi berkah kepada kau”.
„Terima kasih, kang Achmad”.
„Betawi adalah kota besar, banjak bintjana dan goda'an. Akoe harap kau dapat menahannja dan koeat imanmoe oentoek menjegah segala bintjana itoe. Dalam pergaoelan akoe harap kau berlakoe teroes terang, tjinta kepada sesama dan tolong sedapat-dapatnja kepada mereka jang perloe ditolong”.
„Segala nasehat itoe saja perhatikan dan saja djoendjoeng tinggi, pa' Sarip”.
„Apakah Tati djoega akan toeroet kau pergi ke Betawi itoe ?” tanja salah seorang perempoean jang hadlir disitoe.
„Tati tiada saja kasih tahoe”, djawab Amir dengan menoendoekkan kepalanja.
Amir laloe mengadjak pada sekalian tetamoe agar menggoenakan djamoean sekedarnja jang ia soegoehkan, dan berbareng mereka makan serta minoem. Beberapa sa'at kemoedian salah seorang jang berhadlir melihat obor berdjalan menoedjoe ke djoeroesan roemah Amir. Orang melihat ke djoeroesan penerangan di waktoe malam itoe tetapi tidak lekas dapat mengetahoei siapakah pembawa obor itoe. Sesoedah dekat, baroe nampak njata Tati berdjalan didepan dengan Djembloeng membawa obor dibelakangnja. Djembloeng oetjapkan salam alaikoem, tioep mati obornja dan ambil tempat doedoek sebeloem dipersilahkan. Tati seperti tidak memperhatikan adanja orang banjak di sitoe, teroes mendekati kepada Amir jang kebetoelan doedoek di pinggir.
„Amir, benarkah kau akan pergi ke Betawi ?” tanja Tati dengan merengoet.
„Benar Tati”, djawabnja dengan anteng mengingat banjak tetamoe ada di sitoe.
„Apakah jang kau akan kerdjakan disana ?” tanja Tati lagi dengan tidak berobah sikapnja.
„Saja akan mentjari pekerd ja'an dan mengedjar kemadjoean”.
Mendengar djawaban tetap itoe hati Tati nampak sedih dan bingoeng.
„Habis bagaimanakah dengan saja ?”
„Kau ......?” tanja Amir. „Boekankah kau haroes di roemah dan ini waktoe melajani tetamoe madjikan moeda, dokter Pardi ?”
„Boeat rawat tetamoe ada saja poenja iboe”.
„Apakah jang kau maksoedkan, Tati ?” Jang saja maksoedkan, tidak lain saja hendak toeroet dimana sadja kau akan pergi”.
„Tidak bisa djadi Tati. Pertama, kau poenja ema' tentoe tidak akan kasih idzin; kedoea, di Betawi soesah orang dapat tempat-tinggal djikalau tidak mempoenjai sanak-saudara”.
„Saja poenja ema' tentoe akan kasih idzin Amir, karena saja poenja bibi tinggal di Betawi, apa-lagi djikalau kau ada di sana djoega, tentoe ema' tidak akan koeatir lagi. Dan, seandainja ema' tidak mengidzinkan, saja toch akan pergi djoega toeroet kau, Amir. Djangan tinggalkan saja”.
Dengan oetjapkan perkata'an paling belakang itoe Tati mengeloearkan air-mata.
„Ini berat sekali”, kata Amir didalam hati.
Kemoedian Tati laloe menangis sehingga siapa jang melihatnja tentoe akan merasakan kasihan. Amir hiboerkan dengan pelahan-pelahan, pegang poendak Tati dan dengan soeara lembek idzinkan Tati dengan berkata : „Baiklah !”
Ternjata orang toea Tatipoen ta' ada keberatan, karena di Betawi mempoenjai saudara dimana Tati dapat mentjari tempat-tinggal dengan penilikan dan rawatan hampir ta' beda dengan di tempat ema'nja sendiri.
Pagi-pagi benar doea anak moeda ini berangkat pada waktoe lain orang beloem bangoen.
Dr. Pardi terkedjoet ketika melihat sepatoenja digosok oléh ma' Átjih, boekan sebagaimana biasanja, oléh Tati.
„Ma' Atjih, kenapakah ma' Atjih sendiri ini pagi menggosok sepatoe saja, dimanakah Tati ?” „Ia pergi, toean dokter”.
„Tati pergi, ...... kemanakah ?” ......
„Ke Betawi, toean dokter. Pagi-pagi tadi ia berangkat, dengan Amir. Ia maoe ke bibinja dan katanja akan mentjari pekerdja'an di kota”.
„Adakah bibinja di Betawi? Siapa dia ?”
„Saja poenja saudara Ikah ada di Sawah Besar, toean dokter. Katanja ia djadi baboe-tjoetji di gedongan. Kalau nanti toean dokter soedah kembali di Betawi tolonglah melihat bagaimana keada'an Tati disana”.
Dr. Pardí tidak sigera membalas, hanja memanggoetkan kepalanja tanda bersanggoep. Sementara itoe ia telah ambil poetoesan oentoek memendekkan verlofnja.
Amir telah memoetoeskan pergi ke Betawi itoe, karena dalam hatinja menjangka bahwa Tati soedah tidak memperdoelikan lagi kepadanja, berhoeboeng dengan kedatangannja Dr. Pardi jang telah memberikan peniti emas bermata berlian itoe. Kemoedian baroe ketahoean bahwa Tati ta' meloepakan padanja, sehingga biarpoen kemana perginja Amir, Tati poen akan toeroet djoega. Sekali poetoesan soedah diambil haroes didjalankan, apa-lagi ia memang telah berpamitan pada beberapa handai-taulannja. Begitoelah maka di bangkoe klas 3 dalam sneltrein ke Betawi di antara banjak penoempang ada doedoek Amir dan Tati, menempoeh penghidoepan baroe di tempat jang masih asing bagi mereka.
Waktoe kereta berhenti di station Betawi-kota, mereka haroes berhenti. Menoeroet langkahnja lain-lain penoempang kedoea mereka keloear dari perron djoega. Pertama jang dilihat jalah bahwa gedoeng besar-besar depan station itoe dikapoer warna hidjau atau aboe-aboe toea, poen station Betawi-kota jang gagah dan koeat itoe berwarna semoea hitam.
Jang ternjata pergantian hawa teroetama panasnja matahari, sehingga mengalirnja keringat ta'dapat ditahan lagi.
Oentoek menghemat bekalnja jang tidak seberapa dibawanja mareka ta' maoe menggoenakan banjak penawaran koesir dilman boeat memakai kendara'an. Amir dan Tati berdjalan kaki ke Selatan, sampai didepan pasar Glodok jang sangat ramainja, bertanja beberapa orang dimana letaknja Sawah Besar jang setelah berdjalan kira-kira satoe djam di tempat jang akan ditoedjoe itoe. Jang masih dirasakan soekar sekarang ialah dimanakah tempat-tinggalnja bibi Ikah, tetapi peribahasa kata siapa mentjari tentoe akan mendapatkannja. Begitoelah setelah masoek dan keloear beberapa gang mereka sampai di satoe kampoeng dimana dibelakang gedong-gedong besar tempat-tinggal bangsa Europa ada banjak roemah-roemah petak. Di depan salah satoe roemah ini tertampak banjak tjoetjian dan dari djaoeh Tati tidak salah lagi, bibinja tampak sedang mendjemoer pakaian jang ia habis tjoetji.
„Bi, bi Ikah. Saja Tati”, kata Tati masih agak djaoeh dengan seolah-olah bertereak. Bibinja menoleh dan girang sekali melihat keponakannja dari Oedik datang.
„Ja Allah, Tati ! Sama siapa kau datang ? Di roemah ema'ada baik ?”.
„Berkah bi. Saja datang dengan Amir”.
Bi Ikah berhenti dari mendjemoer, masoek kedalam pondoknja dengan diikoetkan oleh Tati dan Amir.
Tati dan Amir dari desa Tjigading sesampainja di kota Betawi melihat dengan kehairanan adanja gedong jang tinggi². Salah satoe scéne dalam film „Asmara Moerni”
„Begini toch soedah tjoekoep baik bi, maoe apa jang ditjari !”, kata Tati, sedang Amir tidak dapatkan perkata'an boeat toeroet tjampoer berbitjara.
„Ini oedjang siapa Tati ?” tanja bi Ikah dengan oendjoek pada Amir.
„Saja Amir bi, anak dari Tjigading djoega. Saja poenja roemah tidak djaoeh dari roemahnja Tati dan ...... teman memain dari ketjil”.
„O, soekoerlah kalau begitoe”, djawab bi Ikah. Kemoedian setengah berbisik ia toedjoekan perkata'annja pada Tati: „Soedahkah ia kawin atau beloem ?”
„Beloem bi”, djawab Tati. „Ia maoe mentjari pekerdja'an doeloe di ini kota. Kalau soedah dapat pekerdja'an, soedah dapatkan hasil, baroelah kita akan kawin. Selain itoe bi, sajapoen maoe mentjari pekerdja'an djoega disini, tentoelah bibi akan toeloeng”.
„Baik, baik !” djawab bi Ikah. „Kebetoelan saja kenal pa' Iti, toekang bandrek jang tinggal di sebelah. Ia mempoenjai banjak kenalan disini, tentoe soeka toeloeng pada Amir. Sekarang mengaso doeloe, nanti kita pergi ketemoekan ia. Minoem doeloe !”
„Terima-kasih bi”, kata doea pemoeda hampir berbareng.
Kebetoelan pa' Iti beloem djalan keloear. Dalam itoe kampoeng ia dianggap sebagai tetoea, soeka tolong kepada siapapoen jang haroes ditolong, memberi nasehat jang baik-baik pada siapa djoega jang perloe nasehat baginja. Boleh dikata ia poenja banjak pengetahoean, melebihkan dengan lain-lain pendoedoek dipondok sitoe.
Waktoe bi Ikah, Tati dan Amir datang, pa' Iti menerima dengan sangat peramah dan memberi taoe apabila mereka datang lambat sedikit lagi, tentoelah ia soedah keloear mengidarkan bandreknja.
„O, djadi ini anak dari desa Tjigading jang maoe mentjari pekerdja'an di sini”, katanja setelah diberi keterangan oleh bi Ikah.
„Betoel pa' Iti !”
„Pekerdja'an matjam apa jang kau maoekan oedjang ?"
„Seadanja sadja pa' Iti, saja tidak menolak, asal dengan halal dan saja dapat mengerdjakan”.
„Apa tidak melainkan mentjari pekerdja'an di kantoran sadja ?”.
„Tidak pa Iti, biar ibaratnja moesti angkat djoendjoeng, saja ta' akan menolak”.
„Nah begitoe saja soeka dengar. Kebanjakan anak moeda sekarang tjoema maoe mentjari pekerdja'an di kantoran, tidak maoe jang berat². Hasilnja tidak dapat dan tjoema bikin soesah sendiri. Pa' Iti lain. Doeloe pa' Iti datang di kota djoega tjoema maoe mentjari pekerdja'an di kantoran, tetapi apa boleh boeat, kedjadiannja djoeal bandrek toch djoega dapat hidoep. Baiklah nanti saja tjarikan tempat pekerdja'an boeat Amir, dan kebetoelan pondok sebelah saja ada kosong. Tinggal sadja di sitoe doeloe gampang sewa'annja nanti boleh dibajar kalau soedah dapat pekerdja'an. Tati biar sadja tinggal sama kau Ikah. Boekankah baik begitoe ?” „Betoel pa' Iti, bagaimana sadja pa' Iti atoer sebaiknja”.
„Nah, ialah begitoe sadja boekan. Biar Amir tinggal sadja nanti akan saja oeroeskan”.
Dengan perasa’an tenteram Ikah tinggalkan Amir, pertjajakan pada pa' Iti. Tati toeroet bibinja dan tinggal bersama-sama.
Orang doega bahwa di kota besar itoe moedah didapatkan pekerdjaan. Begitoe djoega pikiran Amir. Beberapa hari ia berdjalan kelilingan, tetapi pekerdja'an djongos atau oppas tidak bisa dapatkan. Atas nasehatnja pa' Iti ia pergi ke eigenaar betja (roda-tiga) dan beladjar kendarakan itoe kendara'an baroe. Pa' Iti memindjami doeloe f 1.50 boeat mengambil rijbewijs setelah ia pandai sarat-saratnja oentoek idzinan mengendarakan betja itoe. Dengan jang poenja betja Amir adakan perdjandjian bahwa pada waktoe siang ia haroes membajar 50 cent dan malam 60 cent, terhitoeng dari djam 6 sampai djam 6. Djikalau ia dapat koerang dari itoe djoemlah terpaksa menambah, tetapi djikalau dapat lebih jang poenja betja tidak oesah dapat kelebihan dari sewa'an jang soedah ditentoekan itoe. Boeat Amir hanja djikalau siang kendarakan betja, malam mengaso berkoempoel di pondok dengan teman-temannja jang waktoe itoe ia telah dapatkan di Betawi. Tiap-tiap sore, sepoelangnja bekerdja rata-rata Amir mengoendjoengi Tati doeloe, serahkan oeang pendapatannja soepaja disimpan.
Pada hari pertama koetika ia mengatakan telah dapat pekerdja'an, hati bi Ikah dan Tati merasa girang. „Sjoekoerlah djikalau soedah dapat pekerdja'an Amir”, kata bi Ikah.
„Pekerdja'an apakah jang kau dapatkan Amir ?”, tanja Tati dengan toeroet menoendjoekan girangnja.
„Mendjadi sopir......”.
„Mendjadi sopir? Soekoerlah, tidak doega kau dapat mengandarakan taxi", kata bi Ikah poela.
„Boekan taxi bi. Saja djadi sopir betja !”
Bertiganja ketawa girang.
Adalah dikehendaki oleh Amir setelah oeang pendapatan jang dikoempoelkan itoe soedah tjoekoep oentoek beanja, tentoelah ia akan menikah Tati.
„Boeat di Betawi asal orang maoe bekerdja dengan betoel-betoel, tentoe lekas dapat. Boeat Tati ia membantoe bibi toeroet menjoetji pakaian. Ia soedah dapat mengerdjakan tjoema sajang menggilasnja beloem koeat”.
Tati jang mendengarkan oetjapan bibinja itoe merasa senang waktoe dipoedji dan ketjiwa waktoe ditjela.
„Lama-lama saja poen dapat djoega menggilas saperti bibi”, kata Tati.
„Bi, ...... Tati, saja maoe mentjari moeatan karena masih siang”, kata Amir.
„Baik-baik Amir, djikalau maoe membelok djangan loepa kasih tanda, disini banjak taxi dan deeleman jang sengadja njerobot toekang betja”, kata bi Ikah memberi nasehat kepada Amir.
Tidak antara lama Amir soedah diatas betjanja dan dengan perasa'an senang menoedjoe ke djalan besar.
Bibi Ikah betoel dalam keada'an miskin, tetapi tjoekoep mempoenjai hasil boeat keperloean hidoepnja jang serba sederhana. Toeroet tinggalnja Tati di roemahnja tidak menjebabkan keberatan soeatoe apa, malah memberi bantoean jang berharga. Tiap-tiap pagi, diwaktoe fadjar doea perempoean ini membawa tjoetjiannja berangkat ke kali Molenvliet jang tidak djaoeh dari pondoknja. Kira-kira djam sepoeloeh pekerdja'an itoe selesai. Di depan roemahnja didjemoer semoea tjoetjian tadi, djam doea atau koerang biasanja djikalau tidak kebetoelan toeroen hoedjan soedah kering. Dari itoe waktoe moelai menjetrika sampai kira-kira djam lima. Pada waktoe menghantarkan pakaian poen Tati toeroet dengan bibinja agar dapat mengetahoei tempat langganannja masing-masing. Diwaktoe sorenja tidak djarang berdoea berkoempoel, laloe datang Amir main ketjapi doedoek bersama dengan Tati.
_________________