147
― O, saija taoe, saija taoe! ―anak itoe potong iboenja poenja bitjara, sebab dia taoe apa iboenja maoe berkata.
Tetapi dia soeda dapat kombali dia poenja kira-kira, dan hatinja djadi besar.
― Saija kapingin meliat, padanja,― menjaoet Liou Siou dengan pelahan jang ampir-ampir iboenja tiada bisa dengar.― Meliat padanja? bertanja iboenja.
― Ja! Apa boekan sebab dari saja jang soeda mendjadi dia poenja sangsara? Apa boekan saija jang poenja perboeatan sampe dia terpendjara dan terhoekoem? Apa boekan boeat saija dan oleh karna saija maka dia nanti misti mati di bawa tiang gantoengan seperti satoe pemboenoe? Saija kapingin meliat dia boeat minta ampoen dari padanja.
Oleh samoea itoe perkataän jang djarang ada terdengar, jang mana Liou Siou soeda bitjara dengan saminkin tersimpan di hati, baroelah njonja Liou mengarti apa maksoed ada didalam hati anaknja dan tjioem djidatuja sambil menanja padanja dengan pelahan:
― Djadi kaloe bagitoe angkaoe ada poenja tjinta danja? ― Itoe saija tiada taoe, ― menjaoet orang jang terhoekoem itoe jang pipinja sama sekali bertjahja mera tetapi saija harap jang dia nanti membri ampoen pada saija lebi doeloe dari kita berdoea misti mati. ― Tetapi anakkoe jang tertjinta! angkaoe tiada nanti mati, itoe saija berkata padamoe, sekarang djoega angkaoe nanti meliat Ité. Orang tiada nanti larang pada saija akan berboeat itoe permintaän.
