Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/80

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

di Pengging-Panjang? Hati Sultan Bintara digoda oleh masalah masalah tadi, tidak mustahil beliau menaruh sak-wasangka terhadap kedua kakaknya di Pengging itu!

Syahdan Kangjeng Susunan Majagung sudah lanjut usianya, tak lama mangkatlah beliau. Jenazahnya dimakamkan di tempat persemediannya, putranya menggantikan kedudukan ayahandanya. Almarhum Kangjeng Susunan Majagung mempunyai saudarasaudara, kesemuanya bergelar Pangeran. Mereka adalah Pangeran yang berkedudukan di Demak, ada yang di Ampelgading, di Darajad, di Benang, di Giri, juga yang ada di Majagung.

Diceritakan bahwasanya setiap jatuh bulan Rabingulawal tanggal 12, di Masjid Agung Demak diadakan peringatan Maulud Nabi. Adat istiadat peringatan tersebut. selalu dirayakan secara besar-besaran, para Wali, mupti, sulaka, ulama, kukuma, ngabid, pandita agung-agung, para petapa, para dipati, kesatriya, mantri, adipati-manca dari seluruh Tanah Jawa berkumpul di Demak.

Sudah menjadi kelaziman pada setiap peringatan Maulud Nabi, selalu diadakan pembacaan Riwayat Nabi, pembacaan singir dengan lagu-lagu yang merdu silih-bergantian. Sesuai peringatan yang baku, dilanjutkan perembugan antara Sultan Demak dan para Wali agung, kemudian dilanjutkan tahlilan, akhirnya santap bersama.

Keesokan harinya diadakan upacara gerebegan, Sultan Demak berkenan mengadakan paseban agung di sitinggil Demak. Dalam peringatan gerebegan tadi, Sultan Demak duduk di singgasana (dampar) manikwungu menghadap ke utara, kiri kanan Sultan duduk para Wali Agung atau Wali-pangarsa (ngarsa berarti depan, di muka), para Wali-pawingking berada di masjid bersama-sama dengan para pandita. Para ulama, kukuma, abid, sulaka, pukaha berada di serambi masjid dan halaman.

Baris depan menghadap Sultan Demak, duduk para kesatria, bupati dan para sentana. Di taratak berhadapan dengan bangsalwitana (bangunan di mana Sultan Demak mengadakan paseban) duduk para satria-sepuh, para kesatria yang dalam aluran darah masih berkedudukan sebagai paman Sultan duduk di kursi sebelah-menyebelah berhadapan dengan dampar manik-wungu. Di pagelaran

78