Halaman:Babad Jaka Tingkir, Babad Pajang.pdf/75

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Prabu Wadat Anyakrakusuma wafat dan sesudah wafat pamandanya Adipati Lembupeteng Mandura merasa segan untuk mengabdi di Keraton Demak. Kedua raja-putra tadi memilih kehidupan kembali ke Pengging, sebab kedua-duanya ingin mengabdikan pada jalan kehidupannya sendiri-sendiri. Raden Kebokanigara memillih bermukim di Gunung Merapi, hidup sebagai seorang ajar, istri sebagai endang dan putra-putranya sebagai manguyu dan jejanggan. raden Kebokenanga memilih kehidupannya sebagai layaknya seorang santri, tak diinginkannya hidup selayaknya seorang raja-putra Pengging. Seluruh penduduk Pengging dalam pimpinan Raden Kebokenanga sangat maju ibadahnya, tekun dalam mendalami agama. Demikian pula putra-santana Pengging tak ketinggalan, kesemuanya melakukan ibadah agama Islam. Kedua raja-putra Pengging tadi, hidup menyendiri-menyendiri namun satu alasan mereka. Rasa kecewa terhadap Sultan Demak, mengapa pula sebagai rajaputra Pengging - Pajang tidak pernah dipikirkan akan kedudukannya, bukankah Pengging - Pajang dahulunya Kerajaan dan akhirnya oleh Prabu Brawijaya diubah menjadi Kadipaten. Namun tak seorang adipati pun diangkat di Pengging - Pajang itu. Meskipun Raden Kebokenanga menjalani kehidupannya sebagai santri biasa, namun kewibawaan dan tata-kramanya di Pengging - Pajang itu tak ubahnya bagaikan Kerajaan jaman mendiang ayahandanya. Tigaribu wadya Pengging - Pajang yang mengikutinya langkah-langkah Raden Kebokenanga atau yang kemudian bernama Kyaigeng Pengging, tak lebih dari 400 pengikutnya yang setia selalu di dekat Kyageng Pengging. Sehariharinya kecuali beribadah, lepas bersembahyang pergilah ke sawah atau ke ladang.

 Tersebutlah seorang waliyullah sakti bernama Ki Seh Walilanang-sejati atau Ki Seh Sunyata Jatimurti, Susunan di Lemahbang, Ki Seh Jatimulya. Nama beliau sendiri adalah Seh Sitijenar, terkenal seorang ahli-laku, tapa-brata, memiliki segala ilmu yang muluk-muluk (tinggi), ahli rasa dan tak akan terkecoh ataupun keliru dalam membedakan rasa manisnya gula dan bukan gula. Seorang tapawan yang memiliki ilmu yang sempur-

73