Lompat ke isi

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi (2006)

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
(Dialihkan dari RUU APP)
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi  (2006) 
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ……TAHUN …..

TENTANG

ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berlandaskan Pancasila yang lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi;
  2. bahwa untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan/kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. bahwa meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dan perbuatan serta penyelenggaraan pornoaksi dalam masyarakat saat ini sangat memprihatinkan dan dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa;
  4. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini belum secara tegas mengatur definisi dan pemberian sanksi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi sebagai pedoman dalam upaya penegakan hukum untuk tujuan melestarikan tatanan kehidupan masyarakat;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi; </ol Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    dan

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Bagian Pertama

    Pengertian

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan :

    1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
    2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.
    3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesanpesan secara visual kepada masyarakat luas berupa

    barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.

    1. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada

    masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.

    1. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang

    dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.

    1. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, surat kabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal ComputerCompact Disc Read Only Memory, dan kaset.
    2. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.
    3. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi

    lainnya, dan barang-barang pornografi.

    1. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik,

    media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.

    1. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau

    jasa pornografi.

    1. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi.
    2. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan

    badan hukum.

    1. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden.
    2. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuan mendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau orang lain.
    3. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami isteri maupun pasangan lainnya yang

    bersifat heteroseksual, homoseks atau lesbian.

    1. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 12 (dua belas) tahun
    2. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua belas) tahun ke atas.
    3. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secara langsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.
    4. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balk berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
    5. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Bagian Kedua

    Asas dan Tujuan

    Pasal 2

    Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundangan hukum, dan kepastian hukum.

    Pasal 3 Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;

    1. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa. ,
    2. Memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

    BAB II

    LARANGAN

    Bagian Pertama

    Pornografi

    Pasal 4

    Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa.

    Pasal 5

    Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.

    Pasal 6

    Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis.

    Pasal 7

    Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir.

    Pasal 8

    Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.

    Pasal 9

    (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.

    (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.

    (3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.

    (4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.

    Pasal 10

    (1)Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks.

    (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks.

    Pasal 11

    (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks.

    (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.

    Pasal 12

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 13

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 14

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 15

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 16

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 17

    (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. .

    (4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 18

    (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 19

    (1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    (4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

    Pasal 20 Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan.

    Pasal 21

    Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.

    Pasal 22

    Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat9 tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.

    Pasal 23

    Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.

    Pasal 24

    (1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

    (2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

    (3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

    Bagian Kedua

    Pornoaksi

    Pasal 25

    (1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

    Pasal 26

    (1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di muka umum.

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum.

    Pasal 27

    (1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum.

    Pasal 28

    (1) Setiap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

    Pasal 29

    (1) Setiap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum.

    (3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani,atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani.

    Pasal 30

    (1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

    (2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

    (3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak-anak.

    (4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks.

    Pasal 31

    (1) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.

    (2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.

    (3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.

    (4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

    Pasal 32

    (1) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.

    (2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.

    (3) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks.

    (4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

    Pasal 33

    (1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

    (2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.

    (3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

    BAB III

    PENGECUALIAN DAN PERIZINAN

    Bagian Pertama

    Pengecualian

    Pasal 34

    (1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23 dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.

    (2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.

    Pasal 35

    (1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.

    (2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.

    Pasal 36

    (1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

    1. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;
    2. kegiatan seni;
    3. kegiatan olahraga; atau
    4. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

    (2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

    (3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

    Bagian Kedua

    Perizinan

    Pasal 37

    (1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

    (2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat

    (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

    Pasal 38

    1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

    2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

    1. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
    2. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
    3. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
    4. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang letaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;

    Pasal 39 (1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

    (2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

    BAB IV

    BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

    Bagian Pertama

    Nama dan Kedudukan

    Pasal 40

    (1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

    (2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga nonstruktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

    Pasal 41

    BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

    Bagian Kedua

    Fungsi dan Tugas

    Pasal 42

    BAPPN mempunyai fungsi:

    1. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
    2. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
    3. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
    4. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
    5. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
    6. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;
    7. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

    Pasal 43

    (1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

    1. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
    2. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

    (2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

    1. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
    2. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

    (3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

    (4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

    (5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    (6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

    1. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
    2. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

    (7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

    1. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
    2. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
    3. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

    Pasal 36

    (1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

    1. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan atau kepercayaan;
    2. kegiatan seni;
    3. kegiatan olahraga; atau
    4. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

    (2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

    (3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.

    Bagian Kedua

    Perizinan

    Pasal 37

    (1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

    (2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

    Pasal 38

    1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

    2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

    1. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;
    2. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;
    3. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;
    4. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang letaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun;

    Pasal 39

    (1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

    (2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah sesuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

    BAB IV

    BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

    Bagian Pertama

    Nama dan Kedudukan

    Pasal 40

    (1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

    (2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga nonstruktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

    Pasal 41

    BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

    Bagian Kedua

    Fungsi dan Tugas

    Pasal 42

    BAPPN mempunyai fungsi:

    1. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan
    2. penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
    3. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;
    4. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;
    5. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
    6. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
    7. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;
    8. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

    Pasal 43

    (1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

    a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;
  6. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

  1. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;
  2. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

  1. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;
  2. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

  1. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
  2. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;
  3. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.
  4. </ol< Bagian Ketiga Susunan Organisasi dan Keanggotaan Pasal 44 (1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat. (2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dari dan oleh Anggota. Pasal 45 (1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BAPPN mengucapkan sumpah/janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di hadapan Presiden Republik Indonesia. (2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut : "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga." "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung ' atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian." "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia , Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia." "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya." Pasal 46 Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :
    1. warga negara Indonesia;
    2. sehat jasmani dan rohani;
    3. berkelakuan baik;
    4. memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan
    5. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

    Pasal 47

    Keanggotaan BAPPN berhenti atau diberhentikan karena :

    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
    3. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
    4. sakit secara terus menerus;
    5. melanggar sumpah/janji;
    6. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
    7. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan.

    Pasal 48

    (1) BAPPN dibantu oleh Sekretariat.

    (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.

    (3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan BAPPN.

    Pasal 49

    Pembiayaan untuk pelaksanaan tugas BAPPN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 50

    Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.

    BAB V

    PERAN SERTA MASYARAKAT

    Pasal 51 (1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :

    1. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
    2. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
    3. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
    4. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    (2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk : a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    (3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

    BAB VI

    PERAN PEMERINTAH

    Pasal 52

    Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.

    Pasal 53

    Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:

    Pasal 54

    (1) Penyidik wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7) huruf a.

    (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakan sanksi administratif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB VII

    PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN

    Pasal 55 Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    BAB VIII

    PEMUSNAHAN

    Pasal 56 (1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusan pengadilan.

    (2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN.

    (3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :

    1. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;
    2. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan;
    3. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;
    4. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan
    5. tanda tangan dan identitas lengkap para pelaksana dan pejabat

    yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.

    BAB IX

    KETENTUAN SANKSI

    Bagian Pertama

    Sanksi Administratif

    Pasal 57

    (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha;

    (2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.

    Bagian Kedua

    Ketentuan Pidana

    Pasal 58

    Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,( seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,( lima ratus juta rupiah).

    Pasal 59

    Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,( tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 60

    Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,( seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,(lima ratus juta rupiah).

    Pasal 61

    Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,( seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,( lima ratus juta rupiah).

    Pasal 62

    Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 63

    (1) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis sebagaimana 21 dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah).

    (3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    (4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    Pasal 64

    (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    Pasal 65

    (1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    (2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah).

    Pasal 66

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).

    Pasal 67

    Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).

    Pasal 68

    Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).

    Pasal 69

    Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sêbagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,( satu milyar rupiah).

    Pasal 70

    Setiap orang yang menyiarkan, memper.dengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,( tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,( dua milyar rupiah).

    Pasal 71

    (1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (5) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 72

    (1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 73

    (1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pOing lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat r4us juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

    (4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

    Pasal 74

    Setiap orang yang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,(seratus limb puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 75

    Setiap orang yang menyuruh atau memaksa anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling' sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

    Pasal 76

    Setiap orang yang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni 27 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,( seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 77

    Setiap orang yang membeli barang pornografi dan/tau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 23 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,(lima ratus juta rupiah)

    Pasal 78

    (1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,(dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,(dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,( dua milyar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 79

    (1) Setiap orang dewasa yang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah).

    Pasal 80

    (1) Setiap orang dewasa yang dengan sengaja telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,(tiga ratus juta ' rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,(dua milyar rupiah).

    Pasal 81

    (1) Setiap orang yang berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 (dua), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

    Pasal 82

    (1) Setiap orang yang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 83

    (1) Setiap orang yang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

    Pasal 84

    (1) Setiap orang yang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

    (3) Setiap orang yang melakukan hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

    (4) Setiap orang yang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah).

    Pasal 85

    (1) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (4) Setiap orang yang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 86

    (1) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

    (3) Setiap orang yang menonton acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    (4) Setiap orang yang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

    Pasal 87

    (1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

    Pasal 88

    (1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertpnjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

    (2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    (3) Setiap orang yang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks dan/atau pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, dipidäna dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 89

    Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi dan/atau mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa atau para saksi dalam tindak pidana pornografi atau pornoaksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).

    Pasal 90

    Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemufakatan jahat dalam tindak pidana pornografi atau pornoaksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

    BAB X

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 91

    Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

    Pasal 92

    BAPPN dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

    BAB XI

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 93

    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Disahkan di Jakarta pada tanggal,

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    DR. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

    Diundangkan di Jakarta,..................

    pada tanggal, ...................................

    MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

    PROF. DR YUSRIL IZHA MAHENDRA, SH

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ......................... NOMOR...........


    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    RANCANGAN PENJELASAN ATAS

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR

    TAHUN

    TENTANG

    ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

    I. UMUM Negara Indonesia adalah negara yang menganut faham Pancasila. Keyakinan dan kepercayaan ini secara tegas dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea III dan IV.

    Sebagai penganut faham hidup berketuhanan, bangsa Indonesia meyakini bahwa Tuhan melarang sikap dan tindakan asosial, asusila, dan amoral dalam kehidupan seks, seperti pelecehan, perselingkuhan, kekerasan seks, penyimpangan seks, dan penyebarluasan gagasan-gagasan tentang seks, karena dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat.

    Bagi masyarakat Indonesia yang beragama dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya ketimuran, tindakan menyampaikan gagasan-gagasan dan melakukan perbuatan-perbuatan mengekploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika diranah publik dan di depan umum yang sama sekali tidak mengandung misi atau tujuan pendidikan dan sekaligus pemuliaan manusia merupakan sikap dan tindakan asosial, asusila, dan amoral yang dapat mengancam kelestarian tatanan kehidupan masyarakat.

    Tindakan semacam itu juga dianggap menunjukkan sikap menentang kekuasaan Tuhan.

    Pada era kehidupan modern di tengah globalisasi informasi seperti sekarang ini ancaman terhadap kelestarian tatanan masyarakat Indonesia menjadi semakin serius.

    Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempermudah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

    Demikian juga, kehidupan modern telah menyebabkan pergeseran nilai-nilai yang ditujukan dengan meningkatnya sikap permisif masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan pornoaksi.

    Kecenderungan ini telah menimbulkan keresahan dan kekuatiran masyarakat beragama akan hancurnya sendi-sendi moral dan etika yang sangat diperlukan dalam pemeliharaan dan pelestarian tatanan kehidupan masyarakat. Keresahan dan kekuatiran masyarakat terhadap kecenderungan peningkatan pornografi dan pornoaksi serta upaya mengatasi masalah itu tercermin dan secara formal dinyatakan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa.

    Sebagai penganut keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama memiliki hak untuk melindungi diri dan sekaligus memiliki kewajiban berperanserta dalam mencegah dan menanggulangi masalah yang disebabkan oleh sikap dan tindakan-tindakan asosial, asusila, dan amoral seseorang atau sekelompok orang yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umum.

    Dalam hal ini penyelenggara negara memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk melarang pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan pornoaksi untuk memenuhi hak seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan dengan tidak menghormati hak masyarakat umum yang lebih luas.

    Oleh karenanya agar pemenuhan hak seseorang dan sekelompok orang itu tidak melanggar pemenuhan hak masyarakat umum untuk memiliki kehidupan yang tertib, aman, dan tentram maka hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan pornoaksi harus diatur dengan Undang-Undang.

    Pengaturan pornografi dan pornoaksi dalam Undang-Undang ini pada dasarnya melarang semua bentuk aktivitas pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan pornoaksi sebagaimana diajarkan dalam faham Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Meskipun demikian, pengaturan tersebut disesuaikan dengan norma dan nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia.

    Selain dapat memperjelas definisi hukum mengenai pornografi dan pornoaksi, pengaturan di dalam Undang-Undang ini paling tidak juga diharapkan dapat meningkatkan kepastian hukum, membuat jera para pelaku tindak pelanggaran, mengantisipasi dampak negatif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan membantu upaya mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

    Secara khusus, pengaturan dalam Undang-Undang ini juga diharapkan dapat mencegah peningkatan tindak kekerasan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi, yang seringkali menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban dimana peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum mampu secara maksimal menjerat para pelakunya. Undang-Undang ini mengakui dan menghargai peran penting karya-karya seni dan para seniman pembuatnya dalam perkembangan dan kemajuan masyarakat ke arah yang lebih balk.

    Oleh karenanya, Undang-Undang ini melarang semua bentuk pornografi dan pornoaksi yang diatasnamakan sebagai karya seni karena dilandasi keyakinan bahwa, baik dari bentuk, isi, maupun maknanya bagi kehidupan masyarakat, pornografi dan pornoaksi sangat berbeda dari karya-karya seni.

    Dari bentuknya, karya seni tidak sama dengan karya-karya yang termasuk pornografi dan pornoaksi karena memiliki keunikan, yang tidak mungkin diproduksi dan direproduksi dengan kualitas yang sama atau paling tidak hampir sama.

    Dari isinya, karya seni lebih banyak mengandung nilai-nilai pendidikan yang mengandung makna yang sangat mendalam pada dirinya sendiri (bersifat intrinsik), yakni yang secara langsung atau tidak langsung dapat memuliakan kehidupan manusia, baik yang menikmati maupun yang menciptakan karya seni itu sendiri.

    Sebaliknya, karya-karya pornografi dan pornoaksi dilihat dari bentuknya tidak memiliki keunikan, karena dapat diproduksi dan direproduksi berulang kali, sebanyak mungkin atau bahkan secara massal. Selain itu, dari isi dan maknanya, nilai-nilai yang terkandung dalam karya-karya pornografi dan pornoaksi hanya berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai sesuatu yang lain di luar penciptanya (bersifat ekstrinsik), tidak mengandung unsur pendidikan yang bertujuan memuliakan kehidupan manusia yang menikmatinya maupun yang menciptakannya.

    Demikian juga, Undang-Undang ini mengakui dan menghargai olahraga dan manfaatnya bagi kesehatan dan tujuan-tujuan lain yang mengarah pada kehidupan masyarakat yang baik.

    Meskipun demikian, Undang-Undang ini melarang kegiatan olahraga yang dilaksanakan di tempat-tempat umum dengan mengenakan pakaian atau kostum olahraga yang minim yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang sensual karena hal itu merupakan suatu pelanggaran terhadap norma-norma kesopanan dan kesusilaan masyarakat.

    Namun, sikap ini tidak dikenakan terhadap cara berpakaian menurut adat istiadat dan budaya masyarakat lokal maupun nasional,karena Undang-Undang ini menganggap bahwa hal itu merupakan bagian dari identitas budaya lokal dan nasional yang harus tetap dihormati dan dilestarikan.

    Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan pornoaksi, Undang-Undang ini menuntut agar pemerintah lebih banyak berperan.

    Meskipun demkian, peran pemerintah dalam hal ini tidak dimaksudkan untuk mengambil alih peran masyarakat, termasuk lembaga-lembaga keagamaan. Bagi masyarakat umumnya dan lembaga-lembaga keagamaan khususnya, Undang-Undang ini diharapkan dapat membantu upaya menegakkan kesepakatan bersama dalam mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam rangka memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang dilandasi keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    Oleh karenanya, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, dalam pelaksananya upaya pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan pornoaksi meskipun dipimpin oleh pemerintah tetap diupayakan selalu melibatkan unsur-unsur masyarakat, termasuk lembaga-lembaga keagamaan.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1 Seksual adalah hal-hal atau perbuatan yang berkenaan dengan perkara seks, dan persetubuhan atau hubungan seks.

    Kecabulan adalah hal-hal atau perbuatan yang mengandung sifat-sifat cabul, yakni sifat-sifat keji dan kotor, tidak senonoh atau melanggar kesopanan dan/atau kesusilaan.

    Erotika adalah hal-hal atau perbuatan yang sifatnya berkenaan dengan nafsu seksual atau kebirahian dan/atau dengan sensasi seks yang melanggar kesopanan dan/atau kesusilaan.

    Pasal 2 Cukup jelas

    Pasal 3 Cukup jelas

    Pasal 4 Yang dimaksud dengan bagian tubuh tertentu yang sensual antara lain adalah alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar, dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya.

    Pasal 5 Cukup jelas

    Pasal 6 Cukup jelas

    Pasal 7 Cukup jelas

    Pasal 8 Cukup jelas

    Pasal 9 Cukup jelas

    Pasal 10

    Ayat (1) Yang dimaksud pesta seks adalah kegiatan merayakan suatu peristiwa yang dilaksanakan pada waktu tertentu di tempat tertentu dengan cara melakukan kegiatan sekual secara beramai-ramai yang melibatkan sejumlah orang untuk tujuan bersenang-senang.

    Ayat (2) Yang dimaksud pertunjukan seks adalah tontonan yang diselenggarakan sebagai suatu usaha bisnis dengan cara mengekploitasi seksulitas, kecabulan, atau erotika yang melibatkan seseorang atau sejumlah orang sebagai model atau pemeran dan seseorang atau sejumlah penonton yang dengan sengaja membayar sejumlah biaya untuk dapat menonton pertunjukan tersebut.

    Pasal 11 Cukup jelas

    Pasal 12 Cukup jelas

    Pasal 13 Cukup jelas

    Pasal 14 Cukup jelas

    Pasal 15 Cukup jelas

    Pasal 16 Cukup jelas

    Pasal 17 Cukup jelas

    Pasal 18 Cukup jelas

    Pasal 19 Cukup jelas

    Pasai 20 Cukup jelas

    Pasal 21 Cukup jelas

    Pasal 22 Karya seni adalah hasil ciptaan manusia yang memiliki nilai estetika yang tinggi, mengandung misi atau tujuan pendidikan dan sekaligus pemuliaan manusia, dan mengutamakan nilai-nilai intrinsik yakni yang bertujuan pada dirinya sendiri. Sebuah karya yang mengutamakan nilai-nilai ekstrinsik yakni yang bertujuan lain di luar dirinya sendiri, tidak mengandung misi atau tujuan pendidikan dan sekaligus pemuliaan manusia, seperti tujuan bisnis, promosi, meningkatkan penjualan, atau membangkitkan nafsu birahi, semata-mata tidak dikategorikan sebagai karya seni.

    Pasal 23 Yang dimaksud dengan alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini adalah alasan pengecualian pornografi untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

    Pasal 24 Cukup jelas

    Pasal 25 Cukup jelas

    Pasal 26 Cukup jelas

    Pasal 27 Cukup jelas

    Pasal 28 Yang dimaksud menari erotis adalah melakukan gerakangerakan

    tubuh secara berirama dan mengikuti prinsip-prinsip seni tari sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu karya seni koreografi. Sedangkan yang dirnaksud bergoyang erotis adalah melakukan gerakan-gerakan tubuh secara berirama, tidak mengikuti prinsip-prinsip seni tari,dan lebih menonjolkan sifat seksual sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan tersebut dapat diduga bertujuan merangsang nafsu birahi.

    Pasal 29 Cukup jelas

    Pasal 30 Cukup jelas

    Pasal 31 Cukup jelas

    Pasal 32 Cukup jelas

    Pasal 33 Cukup jelas

    Pasal 34

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dalam batas yang diperlukan" adalah sesuai dengan tingkat pendidikan dan bidang studi pihak yang menjadi sasaran pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

    Ayat (2) Cukup jelas

    Pasal 35

    Ayat (1) Yang dimaksudkan dengan gangguan kesehatan dalam pasal ini adalah gangguan fungsi seksual dan alat reproduksi, yang pengobatannya memerlukan alat bantu barang pornografi.

    Ayat (2) Cukup jelas

    Pasal 36 Cukup jelas

    Pasal 37 Cukup jelas

    Pasal 38 Cukup jelas

    Pasal 39 Cukup jelas

    Pasal 40 Cukup jelas

    Pasal 41 Cukup jelas

    Pasal 42 Cukup jelas

    Pasal 43 Cukup jelas

    Pasal 44

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan unsur pemerintah adalah instansi dan badan lain terkait yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi yang antara lain terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Kementerian atau Departemen. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah lembaga swadaya masyarakat yang memiliki Kepedulian terhadap masalah pornografi.

    Ayat (2) Cukup jelas

    Ayat (3) Cukup jelas

    Pasal 45 Cukup jelas

    Pasal 46 Persyaratan ini lebih ditekankan bagi unsur masyarakat yang antara lain terdiri dari Pakar komunikasi, Pakar teknologi informasi, Pakar hukum pidana, Pakar seni, Pakar Budaya, dan Tokoh agama.

    Pasal 47 Cukup jelas

    Pasal 48

    Ayat (1) Cukup jelas

    Ayat (2) Sekretaris BAPPN berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

    Ayat (3) Cukup jelas

    Pasal 49 Cukup jelas

    Pasal 50 Cukup jelas

    Pasal 51

    Ayat (1)

    Huruf a Yang dimaksud dengan kegiatan advokasi adalah kegiatan pemberian bantuan hukum dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    Yang dimaksud dengan kegiatan edukasi adalah kegiatan pemberian bimbingan, konsultasi, penerangan, dan penyuluhan dalam pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    Huruf b Cukup jelas

    Huruf c Cukup jelas

    Huruf d Cukup jelas

    Ayat (2)

    Huruf a Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi upaya meningkatkan moral dan akhlak bangsa melalui pendidikan keagamaan, moral, etika dan budi pekerti pada lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat Sekolah Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi, baik untuk tujuan mencegah maupun menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

    Huruf b Cukup jelas

    Ayat (3) Cukup jelas

    Pasal 52 Cukup jelas

    Pasal 53 Cukup jelas

    Pasal 54 Cukup jelas

    Pasal 55 Cukup jelas

    Pasal 56 Cukup jelas

    Pasal 57 Cukup jelas

    Pasal 58 Cukup jelas

    Pasal 59 Cukup jelas

    Pasal 60 Cukup jelas

    Pasal 61 Cukup jelas

    Pasal 62 Cukup jelas

    Pasal 63 Cukup jelas

    Pasal 64 Cukup jelas

    Pasal 65 Cukup jelas

    Pasal 66 Cukup jelas

    Pasal 67 Cukup jelas

    Pasal 68 Cukup jelas

    Pasal 69 Cukup jelas

    Pasal 70 Cukup jelas

    Pasal 71 Cukup jelas

    Pasal 72 Cukup jelas

    Pasal 73 Cukup jelas

    Pasal 74 Cukup jelas

    Pasal 75 Cukup jelas

    Pasal 76 Cukup jelas

    Pasal 77 Cukup jelas

    Pasal 78 Cukup jelas

    Pasal 79 Cukup jelas

    Pasal 80 Cukup jelas

    Pasal 81 Cukup jelas

    Pasal 82 Cukup jelas

    Pasal 83 Cukup jelas

    Pasal 84 Cukup jelas

    Pasal 85 Cukup jelas

    Pasal 86 Cukup jelas

    Pasal 87 Cukup jelas

    Pasal 88 Cukup jelas

    Pasal 89 Cukup jelas

    Pasal 90 Cukup jelas

    Pasal 91 Cukup jelas

    Pasal 92 Cukup jelas

    Pasal 93 Cukup jelas

    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .......................

    Lihat pula

    [sunting]