Nakoda Tenggang/Bab 3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Nakoda Tenggang
Hilanglah Anak Tercinta

3. HILANGLAH ANAK TERCINTA..!


BEBERAPA jam kemudian penduduk kampung itu berangsur=angsur kembali ke tempatnya. Mula-mula seorang pemberani pergi meninjau suasana. Dilihatnya kampungnya sudah sunyi kembali. Manusia dengan mempunyai dua kepala itu tak ada lagi kelihatan. Hati-hati sekali ia merangkak menuju kampungnya. Kemudian diberinya isyarat kepada kawan-kawannya. Seorang demi seorang berdatangan kembali. Embeh Tembaga dan Batin Hitam kembali pula. Embeh Tembaga masih memegang tangan si Bulan. Seolah-olah ia merasa khawatir si Tenggang akan merampas istrinya dari tangannya. Beberapa orang teman-teman akrab si Tenggang mencari-cari si Tenggang. Mereka itu ialah si Sirih, si Keledek, si Ubi, si Gagak, si Akoi, si Dedap, si Lepan, dan banyak yang lain lagi. Semuanya menyem-nyera nama si Tenggang. Namun tak ada sahutan.

Mereka meneruskan mencari si Tenggang sampai ke tepi laut. Perahu besar itu tak kelihatan lagi. Yang ditemui mereka hanyalah perahu lading si Tenggang. Terapung-apung di tengah laut dipukul-pukul gelombang. Tetapi si Tenggangnya tak kelihatan. Yakinlah mereka bahwa si Tenggang sudah dilarikan oleh orang-orang yang mempunyai dua kepala itu. Satu kecil dan satu besar. Barangkali persangkaan mereka manusia itu datang dari bulan. Atau dari planet lain. Bukan main sedih mereka. Lalu kembalilah mereka ke desa. Semua penduduk sudah berkumpul kembali. Apa yang dilihat mereka disampaikannya kepada Batin Hitam dan Embeh Tembaga.

”Biar dia mampus,” kutuk Embeh Tembaga.

”Kalau dia kembali kubunuh dia!” bentak Batin Hitam. Tetapi si Bulan sedih juga hatinya mendengar berita itu. Hanya kedua orang tua si Tenggang sangat sedihnya. Anak tunggalnya sudah hilang. Anak yang dicintainya. Tak tahu ia ke mana anaknya itu sudah menghilang. Lalu menangislah keduanya dengan amat sedihnya.

Tabung-tabung dikumpulkan kembali. Makanan yang berserakan dikumpulkan juga. Bunyi-bunyian ditabuh kembali dengan suara yang azmat. Pesta yang terganggu tadi dilanjutkan. Embeh Tembaga malahan bertambah senang hatinya. Sebab lawannya sudah tak ada lagi. Tentu sudah dilarikan oleh manusia berkepala dua tadi. Mungkin juga mereka sebangsa hantu yang muncul dari dalam lautan. Si Tenggang tahu sudah mati dibunuhnya. Kian gembiralah Embeh Tembaga. Tetapi tak terkatakan sedihnya Mak Deruma dan Pak Talang.

Walaupun bagaimana seorang bomoh dipanggil oleh Batin Hitam. Kepada bomoh ini diperintahkan melihat dalam ramalnya ke manakah si Tenggang hilang lenyapnya. Bomoh yang diperintahkan melihat dalam nujumnya. Akhimya sang bomoh mengeluarkan pendapatnya.

Si Tenggang tidak mati. Tetapi benar ia sudah menghilang. Melarikan kedukaan dan kesedihannya. Tetapi entah cepat atau 1ambatnya ia pasti akan kembali. Dan ia akan pulang dengan kaya raya. Bersama dengan dua orang istrinya. Demikianlah ramalan bomoh atau pawang itu.

Pak Talang dan Mak Deruma senang juga hatinya. Tetapi si Bulan sudah lepas dan tangannya. Ia sudah menjadiistri Embeh Tembaga.

Bulan pun berangsur-angsur melupakan si Tenggang. Tetapi Mak Deruma dan Pak Talang tak dapat melupakan anaknya. Ia selalu mengharapkan supaya si Tenggang akan segera pulang kembali. Walaupun tidak kaya raya. Sekalipun tidak dengan dua istri. Karena mereka sudah semakin tua juga. Demikianlah pengharapan orang tua. Yang kasih cinta kepada anaknya. Belahan jantungnya. Tumpuan kasih sayangnya. Mereka berharap semoga sebelum mati dapat juga melihat wajah anaknya, si Tenggang ....