Halaman:Warisan Seorang Pangeran 02.pdf/6

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Tjong Beng To itu. Untuk perdjalanannja ini, Tjeng Loen telah mesti djalan mutar dari Yam-shia.

Setelah bertemu dengan saudara angkat ini, Tjeng Loen menuturkan dengan singkat, lalu tanpa banjak omong lagi, tanpa sungkan, ia adjak Pek Ngo ikut pergi ke Kangpak. Tapi ia dapat sambutan diluar dugaannja.

„Toako, kau beristirahatlah dulu !” demikian Sim Teng Yang berkata. „Kau dengar aku dulu. Urusanmu memang penting sekali, akan tetapi untuk itu, kau masih punja waktu duapuluh-satu hari, djadi dalam beberapa hari ini, masih dapat kita berunding. Tidak demikian dengan urusanku disini, jang seperti api mengantjam membakar alis. Waktunja hanja tiga hari lagi! Toako, kau bantu aku dulu, habis itu baru kita bersama pergi ke Siang Yang Ouw!”

„Sebenarnja kau mempunjai urusan apakah ?” tanja Tjeng Loen heran.

„Nanti aku djelaskan”, djawab saudara angkat itu, jang terus menutur:

Setengah bulan jang lalu, keponakan Hek Sat Sin, diwaktu mabuk arak, sudah melukai kakak sepupu Teng Yang. Teng Yang minta keadilan, karenanja, ia djadi berkelahi dengan keponakannja Hek Sat Sin itu, jang ia hadjar sehingga sebelah lengannja tjatjad. Hek Sat Sin mendjadi marah. Ia hendak mengadakan sidang besar dari Liang Pang, untuk petjat Teng Yang, buat mengusirnja dari pulau Tjong Beng. Lalu muntjul seorang tua dari Rimba Persilatan, untuk mendamaikan. Sebagai persetudjuan diambil putusan, lagi beberapa hari kedua pihak akan mengadakan pie-boe— pertandingan — dikuti Tiauw Sin Bio.

Kedjadian itu telah tersiar luas disekitar Tjong Beng To.


IV

DIMEDAN PESTA,


Tjeng Loen heran. Hek Sat Sin adalah ketua. Sudah selajaknja dia menghimpun sidang. Kenapa djadinja pieboe? Maka ia minta pendjelasan lebih djauh. Setelah ini, baru ia ketahui terang duduknja perkara. Jaitu: Keponakan Hek Sat Sin itu bukan anggota, dan kakak sepupu dari Teng Yang pun orang luar. Djadi tidak ada alasan memakai aturan perkumpulan.