Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/48

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Kali ini pembegal turun dengan berlompatan dari atas pohon ; semua gesit gerakannja, djatuh ditanah tanpa menerbitkan suara Jang aneh, mereka semua adalah bangsa wanita. Pakaian mereka seragam ialah badju putih ditimpali tjelana hitam dan ikat kepala. sutera hitam djuga, sedang sepatu mereka berlapis besi.

Menampak demikian, Boe Djin Tjoen mengeluh. Lekas² ia hunus pedangnja.

Dari pihak rombongan wanita itu, seorang jang berumur kurang lebih duapuluh tahun madju dimuka kawan'nja. Ia berdiri tepat ditengah djalan, tangannja menjekal sebatang pedang jang berkilauan diantara tjahaja matahari. Pedang itu dihiasi dengan sepasang runtje warna kuning telur.

Tjeng Loen tertawa waktu ia sudah mengawasi rombongan wanita itu.

„Eh, eh, kamu hendak berbuat apa ?" ia tanja mereka seraja menuding. „Apakah kamu hendak main dangsu ?"

Boe Djin Tjoen berkuatir mendengar suara dan melihat sikap gurunja itu. Ia tahu, karena djarang keluar, guru ini tidak tahu banjak lagi perihal angkatan muda.

„Soehoe", ia lekas berkata, „selama beberapa tahun ini, kau djarang keluar, karenanja kau rupanja tidak ketahui tentang Yan-tjoe-hoei Yan Kouw-nio jang kenamaan dari Kanglam", demikian Djin Tjoen pada gurunja, kemudian ia melandjutkan pada wanita itu: „Yan Kouw.nio, aku jang rendah adalah Boe Djin Tjoen dari Thay-tjhong Ban Seng Piauw Kiok, dan inilah guruku, Tjongpiauw-tauw Tjian Tjeng Loen. Silahkan djiewie berkenalan !"

Nona jang dipanggil Yan Kouw-nio itu — artinja Nona Yan — jang disebutkan djuga gelarnja, Yan Tjoe Hoei atau si Walet Terbang, sudah lantas mendjura kepada kedua piauwsoe itu; ia pun bersenjum, hingga tampak sikapnja jang ramah-tamah.

Tjian Tjeng Loen tidak berani lagi berlaku sembrono apabila ia telah dengar keterangan muridnja dan melihat sikap orang itu.

Belum sempat kedua pihak membuka pembitjaraan, dari arah belakang rombongan piauwsoe itu terdengar bunji kelenengan kuda, lalu dari djalan perapatan terlihat mendatangi seorang penunggang kuda. Kuda itu putih, tinggi dan besar, bulunja putih mulus. Sipenunggang sendiri adalah seorang mahasiswa umur kira² tiga puluh tahun, mukanja putih, tangannja mentjekal tjambuk pendek, romannja sangat tenang. Dibebokongnja, dia tidak mempunjai buntalan jang berisikan sendjata. Kudanja sangat djinak dan menurut.

45