Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/46

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Djin Tjoen mendjadi gusar karena orang tantang ia setjara menghina. Orang itu menggunakan kata² kaum kang-ouw istimewa. „Sahabat menampa benang” berarti piauwsu, dan „bidji hidjau” ialah sendjata. Tapi ia bersangsi untuk menjambut tantangan itu, karena kuatir nanti kena terpedaja tipu muslihat „Memantjing haimau meninggalkan gunung”.

Tengah ia bersangsi terdengarlah suara „blak!” suara njaring diarah balakangnja. Apabila ia menoleh dengan tjepat, ia tampak satu bajangan lompat keluar dari kamarnja. Suara itu ialah suara dari terbukanja djendela. Djin Tjoen mendjadi kaget sekali. Tanpa memperdulikan lagi sipenantang, ia memutar tubuh, lari masuk kekamarnja.

Tjahaja lampu menerangi kamar itu. Tidak terlihat apa² jang kurang atau tidak beres ataupun bekas api dinjalakan. Maka itu, piauwsoe muda ini mandjadi heran. Tengah ia mendjublak, Tjeng Loen lari masuk dengan roman bingung, dan terus sadja ketua itu tanja: „Eh, anak, apakah ada terdjadi sesuatu? Dibelakang itu rupanja orang main gila, untuk memantjing orang datang.........”

„Disinipun terdjadi hal aneh”, djawab Djin Tjoen jang tuturkan pengalamannja barusan.

Tjeng Loen segera memandang kesekitar kamar, dari bawah keatas. Waktu sinar matanja tiba diarah tembok Timur, ia berdiri tertjengang. Kedua matanja dibuka lebar!

Djin Tjoen segera memandang kearah itu, dan segera mengeluarkan djeritan tertahan : „Soehoe, mana busurmu Kimpwee Tiat. tay-kiong?"

Setelah ia sadar, Tjeng Loen periksa kantung pelurunja, jang ternjata hilang djuga, hingga kembali ia melengak, akan achirnja mendjadi sangat mendongkol, gusar dan menjesal !

Piauwsoe she Tjian ini tidak bebas dari sematjam tjatjad ahli silat umumnja, ialah sifat suka menjembunjikan sesuatu, supaja pihak lain tidak mandapat tahu. Dia berhasil membuat peluru api itu, tapi dia merahasiakannja, ketjuali dua anaknja, masing² prija dan wanita, tiga muridnja tak ada satu djua jang diwariskan. Djin Tjoen diadjarkan panah tangan, tapi panah api itu, tidak. Kesulitannja, kini, ialah bahan adukannja istimewa, dan panah api itupun tak dapat dibikin dalam tempo jang pendek. Inilah sebabnja kenapa Tjeng Loen mendjadi bingung, seperti sipengemis jang kehilangan ularnja. Tanpa panah api itu, tidak tenteram dia mela-

43