Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/44

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Tjian Tjeng Loen lantas turun tangan. Dengan goloknja, golok Gan-leng-too, ia keluarkan ilmu silatnja, Tjo-pek-too. Ia berlompatan gesit ke-empat pendjuru, guna mentjegah serbuan. Dua tiga musuh sudah lantas terluka. Sajang untuknja, serdadu² pengiring dari Souwtjioe tidak berguna sama sekali; mereka terdesak musuh. Ia mendjadi mendongkol, maka ia pikir untuk berlaku telangas. Begitulah ia lompat keluar kalangan, mengundurkan diri, dan setelah tantjap goloknja dibebokongnja, ia menggantinja dengan peluru apinja.

Hebat peluru istimewa ini. Siapa kana ditimpuk, dia terus terbakar. Asal mengenai sasarannja, peluru petjah dan mengeluarkan api. Korban, atau korban, jang tidak segera mendjatuhkan diri bergulingan ditanah, djangan harap dia selamat.

Nampak pihaknja keteter, musuh jang mengganti sendjata tombak itu sudah lantas bersiul pula, halus dan njaring, lalu muntjul lagi enam atau tudjuh kawannja dari tempat jang lebat disekitarnja. Mereka ini bersendjatakan tameng dan tombak gaetan seperti arit, untuk melajani peluru api.

Menjaksikan sikap musuh itu, Tjeng Loen tertawa terbahak². Kali ini ia merogoh keluar belasan peluru jang istimewa dari kantungnja, jang udjungnja tadjam seperti djarum. Begitu ditimpuki dan mengenai tameng, dimana sendjata itu seperti nantjap, peluru petjah dan apinja menjala, tidak sadja apinja muntjrat, tamengnjapun turut terbakar! Terpaksa beberapa musuh itu, jang mendjadi kelabakan, melemparkan tameng mereka.

Lagi sekali Tjeng Loan menjerang dengan peluru-apinja jang biasa. Ia membuat musuh takut berbareng panas hatinja, sehingga sambil lari, mereka mentjatji kalang-kabutan. Musuh jang melajani Djin Tjoen pun terpaksa turut menjingkir.

Boe Djin Tjoen lantas mengumpulkan orang nja. Dengan menghunus pedangnja, ia djalan dimuka, untuk melandjutkan perdjalanan mereka. Tjeng Loen berdjalan dipaling belakang. Beberapa kali ia mengantjam dengan peluru apinja, untuk mentjegah orang mengedjar atau mengikuti rombongannja.

Belum tjuatja mendjadi gelap ketika achirnja rombongan ini tiba didusun Tiang-keng-tin.

In Soeya lantas pudji Tjeng Loen guru dan muridnja. Ia kata: „Sungguh bukan tjerita kosong belaka bahwa Tjian Tjong-piauw-tauw disohorkan gagah, begitupun Siauw piauiwtauw! Sekarang

41