cian atau tengetnya suatu tempat atau benda dapat diadakan upacara penawar dengan melukat (membersihkan diri) atau mecaru (persembahan kurban untuk pembersihan).
Upacara-upacara yang dilakukan untuk mengurangi perasaan takut atau bersalah tersebut hanya bersifat upacara lahir saja, sementara perasaan yang bersalah teJah meJakukan sesuatu yang bertentangan dengan sistem norma dan nilai agama yang berlaku tetap saja ada. Dan hal inilah yang kemudian berkembang menjadi suatu perasaan takut, was was atau ngeri terhadap kesucian, tenget atau angkernya suatu tempat, benda dan ajaran. Sistem sanksinya sendiri berkembang kemudian setelah yang berbuat salah merasakan betapa perasaan mereka menjadi terganggu karena perbuatan mereka sendiri. Serta tuntutan dari masyarakat sendiri serta lingkungan mereka yang menginginkan adanya sistem sanksi tersebut.
Selain perbuatan yang memberikan contoh tersebut ada juga cerita yang dikembangkan kepada setiap warga sehingga tercipta suasana suci, terhadap sesuatu yang ingin disucikan. Ceritera atau contoh yang dikembangkan tersebut dilengkapi dengan sistem sanksi yang akan dikenakan seandainya terjadi pelanggaran terhadapnya. Demikian pula sistem upacara yang harus dilakukan seandainya terjadi pelanggaran juga dikembangkan lewat cara-cara itu. Dengan demikian secara lengkap suatu cara untuk mengembangkan rasa takut terhadap suatu perbuatan yang melanggar sistem nilai atau norma agama sudah berkembang dengan sendirinya sejalan dengan perkembangan sistem agama itu sendiri.
138