Halaman:Graaf De Monte Christo 32.pdf/56

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

— 1904 —

Danglars dengan hilap.

„Kaloe begitoe dan toewan misti tahan lapar sadja“

„Baik“ berkata toewan Danglars dengan poetjat „nanti akoe tahan lapar sadja.“

„Boleh djadi,“ berkata Vampa dengan sabar.

„Tetapi kaoe sendiri bilang, ijang kaoe tida boleh memboenoeh orang.“

„Itoe boekan, tida sama?“

„Baiklah, bangsat,“ berkata Danglars, „akoe nanti tjegah kaoe poenja niat ijang djahat; biar mati ja mati, kendati sekarang atau kapan; biar kaoe siksa sama akoe sakah endakmoe, akoe tida perdoeli akoe soedah nekat, lebi baik mati dari akoe kasi padamoe akoe poenja tanda tangan.“

„Sebagimana toewan poenja soeka, kandjeng toean besar,“ berkatalah Vampa, abis dia pegi dari itoe kamar boei.

Danglars seperti matjan ijang kena loeka dengan menggeroeng dia boewang dirinja ka atas tempat tidoernja dari koelit-koelit kambing.

„Siapakah ini orang-orang! Siapakah itoe kepala ijang tiada kaliatan? Apakah kahendaknja sama akoe? kenapa orang laen dapet teboesken dirinja, kenapa akoe tida bisa? Ach, kaloe akoe bisa mati dengan sigrah, maka itoelah oepaja ijang paling baik boeat mentjegah moesoekoe poenja niat. Tetapi bagimana mati!“ Baroe sekaranglah, Danglars memikirken kamatian itoe, di harepnja aken lekas dateng boewat melepasken dirinja dari pada sangsara, adapoen kendati dia berharep-harep datengnja kematian itoe, masih ada djoega takoetnja. Dia ingat aken lari dari boeinja, tetapi bagimana akal, di dalem goenoeng, tiba-tiba di atas tanah bole djoega, lagipoen di mana mana lobang ada orang ijang